Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Survei Jakpat: 3 dari 4 Orang Pakai E-wallet, Mayoritas Buat Belanja Online
11 Januari 2024 17:38 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Menurut laporan Jakpat bertajuk Indonesia Fintech Trends 2023 periode semester kedua tahun 2023, 3 dari 4 orang ternyata menggunakan e-wallet. Laporan tersebut melibatkan 1.503 responden survei dari kalangan Gen X, Milenial, dan Gen Z nasional.
Hasil survei menyebutkan, sebanyak 86 persen responden melakukan pembayaran digital. Mereka paling banyak menggunakan e-wallet, baik secara langsung maupun online. Ada juga yang banyak memakai mobile/internet banking (45 persen) dan paylater juga pinjol (25 persen).
Belanja dengan e-wallet cenderung diminati para Milenial dan Gen Z. Head of Research Jakpat Aska Primardi menilai hal ini berangkat dari penggunaan internet yang didominasi dua generasi tersebut. Kehadiran e-wallet dinilai memudahkan belanja, sebab tak perlu pakai uang tunai.
“Sejak muda mereka terbiasa dengan gaya hidup seperti itu (memakai internet), akhirnya enggak heran mereka menyambut baik (kehadiran) e-wallet,” kata Aska kepada kumparan, Selasa (9/1/2024).
ADVERTISEMENT
Sementara paylater kini banyak dipakai bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan tersier, seperti beli barang elektronik atau akomodasi liburan, melainkan juga untuk kebutuhan sehari-hari.
Menurut Aska, kini tren penggunaan paylater bergeser untuk penuhi kebutuhan pokok lantaran kenaikan gaji kalah dengan kenaikan harga barang-barang, sehingga paylater dianggap jadi solusi jangka pendek yang tepat dengan syarat cenderung mudah.
Tren Belanja di E-commerce dan Live Shopping
Selain e-wallet, metode pembayaran lain yang juga kerap dipakai di e-commerce ada sistem cash on delivery (COD) (58 persen) dan mobile/internet banking (42 persen).
Hasil survei Jakpat juga menunjukkan besaran pengeluaran responden untuk belanja online. Rata-rata pengeluaran belanja di e-commerce per bulan mencapai Rp 429.509, sementara pengeluaran di quick-commerce adalah Rp 227.222.
ADVERTISEMENT
Belanja lewat e-commerce, menurut Aska, akan terus jadi tren. Namun, pengalaman belanja offline masih diperlukan, sebab konsumen masih menyukai sensasi melihat fisik barang yang akan dibeli.
“Sekarang konsumen mulai muncul titik jenuh belanja 100 persen di e-commerce, karena mereka butuh experience shopping,” ujarnya.
“Jakpat lagi riset soal kosmetik, itu pun masih tinggi di e-commerce. Angka offline store cenderung di nomor 2. Karena ketika beli, kita perlu tahu warnanya gimana, itu enggak bisa digital, kan? Bisa jadi kalau orang mau beli sesuatu yang baru, saya coba, saya lihat. Nah, pembelian kedua sudah tahu, jadi it’s okay dia beli online,” lanjut Aska.
Pengalaman berbelanja pun kini kian bergeser ke live shopping, di mana konsumen bisa berinteraksi dua arah dengan pembeli, termasuk dapat melihat tampilan barang yang akan dibeli secara langsung. Hal ini juga memicu pembelian dadakan (unpredictable), sehingga menguntungkan dari segi bisnis.
ADVERTISEMENT
“Apalagi ketika live shopping waktunya dibatasi, jadi sesuatu yang enggak predictable di mata konsumen, (karena) tiba-tiba ada promo besar, waktunya terbatas. Nah, ketika berhasil beli, mereka akan mengapresiasi diri sendiri,” terang Aska.
Live shopping sempat dipopulerkan TikTok Shop sebelum vakum. Pengalaman live shopping itu juga digunakan aplikasi lainnya, seperti Shopee.
E-commerce oranye itu, menurut survei Jakpat, masih jadi favorit nomor 1 e-commerce yang paling banyak digunakan di Indonesia.
“Keliatan sih user live shopping Shopee meningkat, kemudian di sisi yang sama, Shopee paling banyak diakses. Jadi, enggak heran orang yang nonton live shopping terus tinggi,” kata Aska.