Survei NielsenIQ: 23% Masyarakat Pilih Utang Saat Harga Kebutuhan Masih Tinggi

17 Oktober 2024 18:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kartu kredit dan kartu debit yang terkena carding. Foto: wk1003mike/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kartu kredit dan kartu debit yang terkena carding. Foto: wk1003mike/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Perusahaan intelijen konsumen, NielsenIQ merilis laporan Mid-Year Consumer Outlook: Guide to 2025. Hasil survei tersebut menyebutkan adanya kekhawatiran kenaikan harga dan pelemahan ekonomi global yang membuat konsumen aktif mencari sumber pendapatan tambahan dan menambah utang.
ADVERTISEMENT
Analytic Leader NIQ Indonesia, Bramantiyoko Sasmito, mengatakan kekhawatiran ini telah memicu 83 persen konsumen secara aktif mencari penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama mereka dan 23 persen mengatakan akan menambah utang mereka untuk mencukupi kebutuhan dan gaya hidup mereka.
"Dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan stabil dari 5,1 persen pada 2024 menjadi 5,2 persen pada 2025, konsumsi rumah tangga yang mencapai 54,5 persen menjadi pendorong utama. Meski inflasi menurun, harga di sektor makanan, minuman, dan jasa masih tinggi, sehingga 83 persen konsumen mencari penghasilan tambahan, dan 23 persen mempertimbangkan menambah utang," ujarnya di Shangri La Hotel Jakarta, Kamis (17/10).
Bramantiyoko mengatakan, konsumen Indonesia akan tetap membelanjakan uangnya untuk fast moving consumer goods (FMCG) walau ada kenaikan harga.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi membayar cicilan kartu kredit. Foto: Shutter Stock
"Mereka menjadi lebih eksperimental untuk mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dan lebih baik dari produk-produk yang mereka beli. Selain itu, mereka juga lebih selektif terhadap pilihan brand," ujarnya.
Meski demikian, konsumen Indonesia masih percaya diri, tapi tak sebesar sebelumnya. Konsumen yang tercatat masih menabung dan merasa aman secara finansial turun dari 26 persen pada pertengahan 2023 menjadi hanya 13 persen pada pertengahan 2024.
Sementara mereka yang sebenarnya tidak terdampak secara keuangan tapi lebih berhati-hati dalam pengeluaran, naik dari 34 persen pada 2023 menjadi 41 persen pada 2024.
Bramantiyoko mengatakan, survei ini dilakukan kepada 10 ribu rumah tangga. Menurutnya, angka tersebut telah mewakili 72 juta rumah tangga di Indonesia berdasarkan kajiannya.
ADVERTISEMENT