Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Susahnya Mewujudkan Rencana Buwas Mengekspor Beras
8 Maret 2019 16:00 WIB
Diperbarui 20 Maret 2019 20:08 WIB
ADVERTISEMENT
Sepanjang 2018, Perum Bulog ditugaskan pemerintah untuk mengimpor beras sebesar 2 juta ton. Di tahun ini, Bulog justru membuka peluang untuk mengekspor beras tersebut.
ADVERTISEMENT
Ternyata ada masalah besar di balik wacana ekspor beras. Sampai saat ini, stok beras yang tersimpan di gudang-gudang Bulog di seluruh Indonesia masih 1,6 juta ton. Lebih dari separuhnya adalah beras impor yang didatangkan tahun 2018 lalu. Padahal sebentar lagi musim panen tiba.
Rencana ekspor beras merupakan bentuk antisipasi karena gudang Bulog sudah penuh. Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, Bulog bakal menyerap 1,8 juta ton beras dari petani. Karena itu, agar tetap bisa menyerap beras dari petani, beras baru tersebut bakal diekspor.
Ini juga menjadi jalan supaya Bulog tetap bisa menjaga stabilitas harga beras di tingkat petani, jangan sampai harga beras petani anjlok saat musim panen.
ADVERTISEMENT
Buwas, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa Bulog belum bisa memastikan kapan ekspor beras itu direalisasikan. Ia mengklaim bahwa Timor Leste dan sejumlah negara di Afrika telah meminta pasokan beras dari Indonesia. Namun, belum ada kesepakatan satu sama lain.
"Di beberapa negara udah oke termasuk Afrika, Papua Nugini, Timor Leste beberapa negara lain. Hanya kita sedang deal-deal (terkait) berapa banyak dan harga (berasnya)," kata Buwas di kompleks pergudangan di Banjar Kemantren di Subdivre Surabaya, Sidoarjo, Rabu (6/3).
Namun, rencana ekspor ini dinilai sulit direalisasikan. Guru Besar Institut Pertanian Bogor University (IPB), Dwi Andreas Santosa, mengungkapkan bahwa harga beras di pasar internasional jauh lebih rendah dibanding beras Indonesia.
"Harga beras di tingkat Internasional itu sekitar USD 404 per ton, artinya sekitar Rp 5.600 per kilogram. Itu pun untuk jenis beras premium," katanya saat dihubungi kumparan, Kamis (7/3).
ADVERTISEMENT
Dwi meyakini beras Indonesia tidak akan dilirik negara lain jika harga yang dipatok seperti dalam negeri. Kecuali, ada kesepakatan atau perjanjian dengan negara tujuan ekspor. "Misalnya, dengan Timor Leste sepakat kalau mereka beli beras kita dengan harga yang normal tapi kita juga harus beli komoditas apa dari mereka," lanjutnya.
Berdasarkan data Bank Dunia per Januari 2019, rata-rata harga beras Thailand dari kualitas rendah hingga premium berkisar antara USD 387-410 per ton alias Rp 5.418-5.740 per kg (asumsi kurs dolar AS Rp 14.000).
Sedangkan di Indonesia, menurut data dari Informasi Pangan Jakarta, rata-rata harga beras dari kualitas rendah hingga premium berkisar antara Rp 9.473-11.698 per kg.
Selain itu, Andreas meminta agar Bulog tidak terburu-buru dalam memutuskan ekspor beras. Sebab, meski sebentar lagi panen raya tiba, Bulog belum tentu bisa menyerap semua beras petani.
ADVERTISEMENT
Sebab, harga gabah kering panen (GKP) cenderung meningkat. Pada Februari lalu, lanjutnya, berdasarkan catatan Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AP2TI), harga GKP dibanderol sekitar Rp 4.521 per kilogram. Tingginya harga gabah akan menyulitkan Bulog menyerap hasil panen dari petani.
"Sementara data BPS menunjukkan harga GKP itu sudah Rp 5.100 per kg di bulan lalu. Ini karena BPS kan nasional, kalau AP2TI itu hanya di 26 sentra gabah," tegasnya.
Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (Perpadi), Sutarto Alimoeso, menawarkan solusi lain. Mantan Dirut Perum Bulog ini memberi masukan pada pemerintah supaya Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) seluruhnya menggunakan beras Bulog. Dengan begitu, selain menyelamatkan Bulog dari ancaman kerugian akibat beras busuk di gudang, peran Bulog sebagai stabilisator harga beras juga dapat dijaga.
ADVERTISEMENT
Selama ini Bulog menguasai sekitar 7 persen dari pasokan dan stok beras di seluruh Indonesia. Kalau rastra dihapus dan beras Bulog tak masuk e-Warong, Bulog tak bisa menyimpan banyak stok. Lemahnya stok Bulog akan membuat BUMN ini tak mampu meredam gejolak harga beras.
“Jangan berpikir lebih jelek beras Bulog. Tapi mikirnya ini kan mesti diselamatkan, tentunya harus dilepas stok yang ada di Bulog. Tentunya BPNT kan bisa salah satunya menggunakan beras Bulog. Karena stok sekarang kira-kira (sebesar) 1,4 juta ton beras impor. Saya pikir itu masih layak untuk (BPNT), masih bagus itu,” tegasnya.
Menanggapi ide itu, Kementerian Sosial (Kemensos) mempersilakan Perum Bulog untuk memasok beras ke Layanan Elektonik Warung Gotong Royong (e-Warong). Adapun e-Warong merupakan warung yang melayani transaksi penerima BPNT.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kemensos, MO Royani, menyampaikan bahwa sejak e-Warong berdiri di 2017, Perum Bulog sudah dipersilakan untuk memasok beras sesuai kebutuhan dan permintaan Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
“Sejak BPNT dilaksanakan mulai 2017, Bulog kan melalui mekanisme supplier e-Warong sudah bisa memasok beras,” katanya kepada kumparan, Selasa (5/3).
Pilihan solusi sudah ada, keputusan ada di tangan Bulog dan pemerintah.