Tak Cuma Hotel, Industri Mamin Diproyeksi Lesu karena Daya Beli Warga RI Turun

5 April 2025 18:30 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Chair of B20 Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani. 
 Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Chair of B20 Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Usai Lebaran 2025, sejumlah industri dilaporkan mengalami penurunan yang signifikan. Data yang disebutkan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), okupansi hotel menurun 20 persen di musim Lebaran tahun ini.
ADVERTISEMENT
Ada pula data survei Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang menyebut jumlah pemudik Lebaran 2025 diperkirakan mencapai 146,48 juta orang atau sekitar 52 persen dari penduduk Indonesia, turun 24 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai 193,6 juta pemudik.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memprediksi, akibat penurunan aktivitas MICE (Meeting, Incentive, Conferences, and Exhibition) di daerah, pertumbuhan sektor yang berhubungan dengan akomodasi makan minum (mamin), administrasi pemerintahan, jasa perusahaan, transportasi dan pergudangan, serta jasa lainnya diperkirakan mengalami degradasi.
Pemangkasan belanja infrastruktur juga bakal mempengaruhi sektor konstruksi yang selama ini berkontribusi hampir 10 persen dari perekonomian nasional.
"Selain hotel dan akomodasi, kami juga mencermati tekanan di sektor ritel modern, transportasi antar daerah, serta hiburan dan rekreasi," ucap Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, kepada kumparan, Sabtu (5/4).
ADVERTISEMENT
Apindo juga melihat, pemulihan sektor hotel, restoran, dan pariwisata sangat bergantung pada arah kebijakan belanja pemerintah dan pemulihan daya beli masyarakat.
Menurutnya, penurunan jumlah pemudik dan melemahnya mobilitas masyarakat pada musim lebaran tahun ini menjadi sinyal penting bahwa konsumsi domestik belum sepenuhnya pulih, terutama di sektor-sektor yang sangat bergantung pada aktivitas masyarakat kelas menengah.
Apindo memandang sektor ini perlu mendapat perhatian khusus melalui stimulus yang terarah, baik berupa insentif fiskal, promosi wisata domestik, mau pun kemudahan regulasi bagi pelaku usaha pariwisata, MICE, dan perhotelan yang terdampak. Tanpa dukungan kebijakan yang konkret, recovery sektor ini akan berjalan sangat lambat.
"Dunia usaha perlu menyikapi kondisi ini dengan strategi efisiensi operasional, adaptasi digital, dan inovasi layanan," cakap Shinta.
Ilustrasi belanja di supermarket. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Khusus industri perhotelan, kata Shinta, perlu ada reorientasi model bisnis untuk mencari ceruk pasar baru, termasuk diversifikasi layanan, MICE, atau kolaborasi dengan pelaku ekonomi kreatif.
ADVERTISEMENT
Dia menilai, jika kebijakan belanja pemerintah tak mengalami perubahan signifikan, maka pelaku industri harus berpikir keras untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga menyesuaikan diri dengan pola konsumsi baru di masyarakat.

Daya Beli Masyarakat Tahun Ini Masih Lesu

Shinta yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Kemaritiman, Investasi, dan Luar Negeri Kadin Indonesia, mengatakan, penurunan mobilitas masyarakat serta selektivitas dalam belanja membuat sektor-sektor tersebut belum pulih sepenuhnya seperti di masa pra-pandemi.
Sehingga, meski periode lebaran biasanya terjadi peningkatan konsumsi masyarakat, dia mencermati peningkatan konsumsi tahun ini berpotensi tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya.
Terkait jumlah perputaran uang selama Lebaran 2025, Shinta mengaku sedang menunggu berbagai masukan data di lapangan dan data resmi dari pemerintah.
"Melihat analisis dari berbagai lembaga independen yang sudah ada, sepertinya memang terjadi penurunan dibandingkan dengan periode lebaran sebelumnya," terangnya.
ADVERTISEMENT