Tanah Kalimantan Kurang Subur, Prabowo Mau Kembangkan Food Estate ke Papua

26 September 2024 14:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara jaringan irigasi di kawasan lumbung pangan nasional 'food estate' Dadahup di Kabupaten Kapuas, Desa Bentuk Jaya, Kalimantan Tengah, Rabu (21/4). Foto: Makna Zaezar/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara jaringan irigasi di kawasan lumbung pangan nasional 'food estate' Dadahup di Kabupaten Kapuas, Desa Bentuk Jaya, Kalimantan Tengah, Rabu (21/4). Foto: Makna Zaezar/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Drajad Wibowo menyampaikan rencana pemindahan mega proyek food estate dari Kalimantan ke Merauke, Papua pada pemerintahan mendatang.
ADVERTISEMENT
Ia bilang saat ini banyak persoalan yang menghambat pengerjaan proyek lumbung pangan di Kalimantan itu. Salah satu persoalan yang ia sebut seperti tanah yang kurang subur karena ada di atas lahan gambut.
"Itu akan diteruskan, kami enggak bisa tinggalkan Kalimantan. Kami coba di merauke, tanah flat luas tapi infrastruktur kurang tapi agriculture bagus," katanya dalam di UOB Economy Outlook 2025, Kamis (26/9).
Pria yang juga merupakan ekonom senior INDEF ini menyebut sejumlah contoh tumbuhan yang nantinya akan ditanam di food estate Merauke seperti tebu, dan singkong.
Namun, tantangan menggarap proyek lumbung pangan di Papua yaitu logistik dan aksesibilitas transportasi yang kurang optimal yang menyebabkan biaya operasional yang besar.
ADVERTISEMENT
"Karena kita akan produksi dari sana. Pencetakan sawah baru," kata dia.
Aksi Greenpeace soal Food Estate. Foto: Dok. Greenpeace

Tuai Banyak Masalah Lumbung Pangan di Kalimantan

Dalam laporan Pantau Gambut berjudul Proyek Food Estate Kalimantan Tengah Setelah 2 Tahun Berlalu, ada 4 masalah besar yang membuat proyek Food Estate dinyatakan gagal. Laporan tersebut dirilis pada 15 Maret 2022.
1. Tenggelamnya ekskavator di tanah gambut
Ketika dilakukan pengecekan melalui citra satelit di Desa Mantai Hulu, Pantau Gambut menemukan lahan hutan seluas ±237 hektare di sekitar titik verifikasi lokasi ekstensifikasi sudah mengalami pembukaan lahan.
Di lokasi yang sama, Pantau Gambut juga mendapati adanya alat berat ekskavator yang tenggelam ke dalam tanah gambut yang ada di sekitar area ekstensifikasi karena karakteristik tanah gambut yang tidak mampu menopang berat ekskavator itu sendiri.
ADVERTISEMENT
2. Gagalnya hasil panen
Berdasarkan catatan Pantau Gambut, panen padi idealnya menghasilkan minimal 4 ton/hektare. Namun, penyataan tersebut kontras dengan klaim Kementerian Pertanian bahwa produktivitas dari kegiatan intensifikasi sawah tidak produktif di Kalimantan Tengah mencapai 3,5 ton gabah kering giling (GKG)/hektare pada tahun 2021.
Di Desa Tewai Baru, umbi singkong yang dihasilkan berukuran kecil menyerupai wortel, berwarna kuning seperti kunyit, dan rasanya pahit. Menurut sebuah penelitian, tulis Pantau Gambut, rasa pahit pada singkong mengindikasikan adanya kandungan sianida yang tinggi.
3. Penghamburan anggaran pemerintah
Di Desa Henda dan Desa Pilang, Pantau Gambut mencatat bantuan pipa buka-tutup air tidak bisa dimanfaatkan oleh petani lantaran pembuatan pipa tidak diikuti oleh biaya perawatan dan penyuluhan cara penggunaannya, sehingga petani kesulitan menggunakan alat tersebut.
ADVERTISEMENT
Padahal, dana APBN sebesar Rp 1,5 triliun dialokasikan untuk pelaksanaan Food Estate sepanjang tahun 2020-2021. Sementara Rp 497,2 miliar di antaranya digunakan untuk perbaikan irigasi termasuk pengadaan pipa air.