Tanggapan Ekonom soal Aturan Baru Devisa Hasil Ekspor

24 Mei 2024 16:41 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Vice President Economist Permatabank Josua Pardede. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Vice President Economist Permatabank Josua Pardede. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menanggapi kebijakan Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) Atas Penghasilan Dari Penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) pada Instrumen Moneter dan Instrumen Keuangan Tertentu di Indonesia pada 20 Mei 2024.
ADVERTISEMENT
Melalu aturan ini, pemerintah memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) kepada para eksportir yang memarkirkan dolarnya di dalam negeri. Adapun keringanan yang diberikan hingga tarif pajak 0 persen. Tak hanya itu, dana DHE SDA ini memiliki jangka waktu penempatan minimal 1 bulan dan tidak diperdagangkan dalam pasar sekunder.
Josua menilai PP Nomor 22 tahun 2024 ini bertujuan memberikan insentif dan perlakuan khusus dalam hal Pajak Penghasilan atas penghasilan dari penempatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam pada instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu di Indonesia, untuk mendukung kebijakan penempatan devisa hasil ekspor sumber daya alam ke dalam sistem keuangan Indonesia.
"Meskipun demikian yang perlu menjadi catatan adalah sebagian para pelaku usaha industri yang diwajibkan untuk menempatkan DHE ke dalam negeri masih memiliki permasalahan arus kas yang terbatas terutama untuk biaya operasional," kata Josua kepada kumparan, Jumat (24/5).
ADVERTISEMENT
Menurutnya, insentif PPh bagi eksportir tersebut belum akan optimal karena 30 persen DHE yang ditempatkan tersebut cenderung memberatkan arus kas dari sebagian eksportir.
"Belum lagi melihat tren kinerja ekspor saat ini menunjukkan tren perlambatan sedemikian sehingga nilai DHE yang potensial untuk ditempatkan pun semakin terbatas," ujar Josua.
Pasal 4 Ayat 2 huruf a dan b menjelaskan mengenai ketentuan tarif pajak penghasilan yang diberlakukan untuk DHE berbentuk valuta asing maupun yang sudah dikonversi ke rupiah.
Adapun penempatan dana dalam bentuk valuta asing akan dikenai pajak penghasilan sebagai berikut.
1. Tarif sebesar 0 persen, untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan lebih dari 6 bulan
2. Tarif sebesar 2,5 persen, untuk instrumen dengan jangka Waktu penempatan 6 bulan
ADVERTISEMENT
3. Tarif sebesar 7,5 persen, untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan
4. Tarif sebesar 10 persen, untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.
Sementara itu, penempatan dana yang dikonversi dari valuta asing ke mata uang rupiah, akan dikenakan pajak pajak penghasilan sebagai berikut.
1. Tarif sebesar 0 persen, untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan atau lebih dari 6 bulan
2. Tarif sebesar 2,5 persen, untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan
3. Tarif sebesar 5 persen, untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.
ADVERTISEMENT
Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga untuk penempatan kembali dana DHE SDA pada instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu setelah tanggal jatuh tempo instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu berakhir.
Dasar pengenaan pajak merupakan jumlah bruto dari penghasilan yang diterima Eksportir dari penempatan DHE SDA pada instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu.