Tanggapan Industri Tambang usai Bank DBS Setop Danai Proyek Batu Bara Thermal

8 September 2022 9:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebuah truk pengangkut pasir melintas di area tambang batu bara Adaro, Kalimantan Selatan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah truk pengangkut pasir melintas di area tambang batu bara Adaro, Kalimantan Selatan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
ADVERTISEMENT
Bank DBS yang berbasis di Singapura akan terus mengurangi penyaluran pinjaman ke sektor batu bara thermal, hingga akhirnya menyetop sama sekali pada 2039. PT Adaro Indonesia, anak usaha PT Adaro Energy Tbk (ADRO), menyatakan memberi perhatian pada keputusan Bank DBS itu.
ADVERTISEMENT
Head of Corporate Communication Adaro Energy, Febriati Nadira mengatakan keputusan Bank DBS diperhatikan dengan baik oleh pihak Adaro. Ia menekankan, Adaro belum membutuhkan pembiayaan dalam waktu singkat.
"Saat ini, Adaro Indonesia tidak memiliki kebutuhan pembiayaan dalam waktu dekat. Apabila kebutuhan ini muncul, kami akan mengeksplorasi dan mengevaluasi opsi pendanaan yang tersedia, baik dari utang maupun pasar ekuitas," ujar Febrianti kepada kumparan, Kamis (8/9).
Batu bara thermal atau thermal coal, merupakan jenis batu bara yang penggunaannya dibakar untuk menggerakkan turbin seperti di PLTU. Sejumlah perusahaan tambang Indonesia, memproduksi batu bara jenis ini. Selain Adaro, yang terbesar adalah PT Kaltim Prima Coal anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI).
Mengurangi Eksposur Batu Bara hingga Nol di 2039
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, manajemen DBS mengumumkan, perusahaan akan mulai mengurangi pinjaman secara signifikan di akhir tahun ini kepada anak usaha Adaro.
"Kami tidak ada niat untuk memperbarui pendanaan jika entitas bisnis tersebut masih didominasi batu bara termal," kata DBS dikutip dari The Strait Times, Rabu (7/9).
Suasana gedung Marina Bay Financial Centre Tower 3 tempat kantor pusat DBS berlokasi di Singapura. Foto: REUTERS / Edgar Su
Sepanjang 2021, bisnis batu bara menyumbangkan 96 persen dari pendapatan Adaro, tanpa ada rencana untuk mengurangi ketergantungan dari batu-bara. Di lain pihak, DBS berkomitmen untuk mengurangi eksposur batu-bara sampai dengan nol di tahun 2039.
Peneliti di Trend Asia Andri Prasetiyo mengatakan batu bara merupakan industri yang akan hilang di masa depan (sunset). Hal inilah yang mendorong kreditur besar banyak meninggalkan sektor ini.
“Keputusan institusi keuangan global semacam ini menunjukkan bahwa masa depan cerah bagi industri batu bara hampir sulit terjadi. Padahal Adaro menjadi salah satu perusahaan batu bara terbesar yang mendapatkan laba jumbo dari masa windfall batubara. Namun,tetap saja hal ini tidak mampu mengurungkan niat lembaga finansial untuk segera menarik diri dan pergi," kata Andri dalam keterangan.
ADVERTISEMENT
Menurut Andri, hengkangnya sumber pendanaan dari proyek batu bara menjadi pelajaran penting yaitu di tengah penguatan komitmen transisi energi ke depan, terdapat indikasi momentum momentum windfall yang menggiurkan saat ini, tapi sebagaimana sedang terjadi tidak menjadi jaminan akan berlangsung lama. Karena itu, perusahaan harus semakin serius dan segera mempercepat rencana transisinya.
Sejak 2015, total pinjaman langsung yang diberikan bank Mandiri, BCA, BNI, dan BRI untuk perusahaan batu bara dalam negeri mencapai USD 3,5 miliar. “Keputusan DBS dan bank-bank besar lainnya untuk meninggalkan Adaro merupakan sinyal kuat agar seluruh pelaku bisnis batu-bara transisi keluar dari batu-bara sekarang," imbuhnya.