Tantangan Ketahanan Pangan Indonesia di Masa Depan

9 Agustus 2018 18:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seminar Teknologi Pertanian Jabodetabek (Foto: Badan Ketahanan Pangan)
zoom-in-whitePerbesar
Seminar Teknologi Pertanian Jabodetabek (Foto: Badan Ketahanan Pangan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi, menyebut peningkatan jumlah penduduk yang diperkirakan akan mencapai 305 juta jiwa di tahun 2035 adalah salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Peningkatan jumlah penduduk akan diiringi oleh peningkatan kebutuhan pangan.
ADVERTISEMENT
"Kebutuhan konsumsi beras kita akan naik 19,6% dan jagung 20%, dan diikuti komoditas lainnya," ujar Agung saat mengisi acara Seminar Teknologi Pertanian Jabodetabek di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BB Mektan) Serpong, Banten, Kamis (8/9).
"Fokus kita saat ini bukan hanya feeding the world, tetapi juga bagaimana mencapai sasaran akhir pembangunan ketahanan pangan, yaitu terwujudnya sumber daya manusia yang tangguh, sehat, aktif dan produktif," kata Agung di hadapan Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada Fakultas Teknologi Pertanian yang hadir pada seminar ini.
Indonesia memiliki peluang dalam peningkatan produksi, apalagi sumber daya lahan yang dimiliki Indonesia begitu besar.
"Daratan kita lebih dari 190 juta hektare, 23% lahan basah dan 77% sisanya (145 juta hektare) adalah lahan kering. Ini bisa kita optimalisasi dengan sentuhan mekanisasi pertanian," kata Agung.
ADVERTISEMENT
Agung juga menjelaskan, berbagai terobosan telah dilakukan Kementerian Pertanian untuk optimalisasi lahan dan peningkatan produksi, di antaranya peningkatan alat mesin pertanian hingga lebih dari 2000%, rehabilitasi irigasi hingga 500%, dan lahan untuk benih unggul meningkat hingga 562%.
Ladang Persawahan (Foto: Badan Ketahanan Pangan)
zoom-in-whitePerbesar
Ladang Persawahan (Foto: Badan Ketahanan Pangan)
Namun masih ada masalah di tengah upaya terobosan yang dilakukan Kementan, yaitu mekanisasi pertanian yang terkendala jumlah sumber daya manusia.
"Lulusan mekanisasi pertanian dari Universitas Gadjah Mada sangat minim. Di BB Mektan ini ada 40 lulusan mekanisasi dari GAMA tetapi ini masih kurang, sementara di ditjen-ditjen lain juga kekurangan," jelas Agung.
Agung berharap, mekanisasi pertanian ke depan bukan hanya membahas masalah optimalisasi alat, tetapi juga pengembangan teknologinya, sehingga industri agro akan semakin mendunia.
ADVERTISEMENT
Agung juga menjelaskan, industri agro saat ini masih didominasi sawit. Namun bio-industri berbasis bio-massa juga sudah kembangkan dengan fokus pada empat komoditas. Pertama adalah jagung di Gorontalo, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur. Kedua adalah sagu di Riau, Maluku, Sulawesi Selatan, Papua, dan Papua Barat. Ketiga adalah ubi kayu di Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Timur, dan keempat adalah pisang di Sumatera Utara, Lampung, dan Jawa Tengah.
Dalam seminar ini, Agung mengajak seluruh Alumni Teknologi Pangan UGM mengembangkan alat-alat mesin pertanian dengan secara mandiri dan mengandalkan generasi muda. "Saya yakin kita mampu melakukan itu bersama," ujar Agung.