Target RUPTL Tak Tercapai, PLN Masih Utang 8,2 GW Pembangkit Listrik EBT

9 September 2024 14:29 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Teknisi memeriksa solar panel pada proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Teknisi memeriksa solar panel pada proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti kurangnya upaya pengadaan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) oleh PT PLN (Persero) sekitar 8,2 gigawatt (GW) dari target Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga 2025.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengatakan sampai tahun 2025 PLN masih harus membangun total 8.224,1 megawatt (MW) atau 8,2 GW pembangkit EBT dengan kebutuhan invest Rp 14,02 miliar atau sekitar Rp 216 triliun.
"Jumlah RUPTL yang tidak pernah tercapai itu sampai tahun 2025 masih perlu 8,2 gigawatt. Ini 8224,1 megawatt, di mana ini investasi yang diperlukan adalah USD 14 miliar USD mungkin sekitar Rp 200-an triliun," ungkapnya saat Media Gathering Subsektor EBTKE, Senin (9/6).
Eniya menuturkan, utang pembangkit listrik EBT itu terdiri dari berbagai jenis, beberapa yang paling besar kapasitasnya yakni PLTS sebesar 2.838 MW, PLTA sebesar 1.700 MW, PLTM 787 MW, dan PLTB 527 MW.
ADVERTISEMENT
"Untuk mencapai bauran yang sesuai dengan RUPTL, jadi saya beberapa kali bilang, ini PLN utang sama Kementerian ESDM, karena RUPTL enggak pernah tercapai," tegasnya.
Eniya mengakui bahwa pencapaian RUPTL dan dukungan investasi sangat memengaruhi upaya peningkatan bauran EBT dalam energi primer. Pasalnya, jika investasi USD 14,02 miliar itu tercapai, Indonesia bisa memiliki bauran EBT di atas 20 persen dalam energi primer.
Proses produksi Green Hydrogen yang dihasilkan dari air kondensasi kegiatan produksi listrik yang dilakukan di PLTP Kamojang, Bandung, Jawa Barat. Foto: Argya Maheswara/kumparan
Realisasi investasi subsektor EBTKE hingga Agustus 2024 sebesar USD 580 juta dari target USD 1,23 miliar sepanjang tahun 2024. Sementara realisasi bauran EBT saat ini baru 13,93 persen, dengan realisasi penambahan kapasitas terpasang pembangkit EBT sebesar 241,06 MW.
"Kalau Anda punya uang USD 14 miliar saya bisa bilang bahwa kita bisa di dua digit di 20 persen. Hitungan kasarnya 21,2 persen, kalau datangkan investasi segitu bauran energy mix bisa di 20 persen, sehingga 2 tahun ke depan kalau ada itu pasti 23 persen tercapai," jelas Eniya.
ADVERTISEMENT

Perubahan Target Bauran EBT

Pemerintah berencana merevisi Kebijakan Energi Nasional (KEN). Sebelum berubah, target bauran EBT ditargetkan bisa tercapai sebesar 23 persen di tahun 2025. Namun, dalam KEN terbaru, target bauran EBT 23 persen diprediksi baru bisa tercapai di tahun 2029.
"Ada berbagai hal yang sampai saat ini menggerus capaian-capaian ini, termasuk di dalamnya berbagai sektor yang berkontribusi untuk capaian ini, yang investasinya belum terlaksana," kata Eniya.
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, Senin (12/8/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) KEN terbaru, pemerintah menargetkan peningkatan pembangkit EBT terpasang menjadi 378,5 gigawatt (GW) di 2060. Kenaikan signifikan baru terjadi pada 2030, dari awalnya 150 GW menjadi 255,1 GW.
Hal ini, kata dia, lantaran puncak emisi karbon di Indonesia diprediksi tercapai di tahun tersebut. Dengan demikian, meskipun bauran EBT masih dinilai lambat dalam waktu dekat, Eniya memastikan akselerasi akan terjadi mulai tahun 2030.
ADVERTISEMENT
"Kalau yang lain-lain ya masih landai lagi ya, tapi 2030 cukup signifikan. Karena apa? Peak emission kita 2030, itu janji kita. Sehingga sampai di 2030 itu peak emission kita boleh naik, tetapi setelah itu harus turun, wajib turun," tandasnya.