Tarif Impor Trump Bikin Dunia Bingung, seperti Apa Rumusnya?

4 April 2025 15:49 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Donald Trump menyampaikan pidato mengenai tarif impor baru saat "Make America Wealthy Again" di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (2/4/2025). Foto: Brendan Smialowski/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Donald Trump menyampaikan pidato mengenai tarif impor baru saat "Make America Wealthy Again" di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (2/4/2025). Foto: Brendan Smialowski/AFP
ADVERTISEMENT
Tarif impor yang bersifat resiprokal yang ditetapkan Presiden AS Donald Trump pada Rabu (3/4) malam membuat dunia kewalahan. Banyak pihak kaget karena bukan cuma negara yang menjadi musuh AS yang kena seperti China, tapi juga negara-negara sekutu, negara paling miskin sekalipun, hingga negara tidak berpenghuni, hanya diisi penguin, seperti Heard Island dan Kepulauan McDonald di Antartika.
ADVERTISEMENT
Berbagai kritik dan protes keras pun dilontarkan pada Trump. Dunia dibuat bingung dasar angka tarif yang ditetapkan, termasuk Indonesia yang dikenai 32 persen. Alasannya Trump menilai Indonesia menerapkan tarif yang lebih tinggi ke AS termasuk bea masuk, pajak, manipulasi mata uang, hingga berbagai hambatan perdagangan dengan angka akumulasi 64 persen. Salah satu hambatan yang dimaksud adalah kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang membatasi perusahaan AS masuk.

Lalu bagaimana Trump menetapkan formula atau rumus tarif impor?

Rumusnya sederhana yaitu angka defisit perdagangan barang AS dengan suatu negara dibagi dengan ekspor negara tersebut ke AS. Lalu angka ini ubah menjadi persentase; kemudian bagi angka tersebut menjadi dua untuk menghasilkan tarif "resiprokal" AS, dengan batas bawah 10 persen.
"Itulah sebabnya wilayah vulkanik Australia, Heard Island dan Kepulauan McDonald di Antartika, dikenakan tarif 10 persen. Bisa dibilang, para penguin cukup beruntung,"demikian analisis Reuters, Kamis (4/4).
ADVERTISEMENT
Jika negara tidak berpenghuni kena 10 persen, Madagaskar, yang memiliki rakyat dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita hanya sekitar USD 500, justru kena tarif 47 persen. Produk ekspor vanila, logam, dan pakaian mereka senilai USD 733 juta ke AS tahun lalu akan berdampak parah tahun ini.
"Sepertinya tidak ada yang membeli Tesla di sana," kata John Denton, kepala Kamar Dagang Internasional (ICC), kepada Reuters, sambil menyindir betapa mustahilnya Madagaskar bisa membuat senang Trump dengan membeli produk mewah AS.
Pohon baobab (Adansonia) di Madagaskar. Foto: Shutterstock
Madagaskar bukan satu-satunya korban. Ketidaktepatan formula ini juga menyasar negara-negara yang tidak memiliki kemampuan mengimpor banyak barang dari AS seperti Lesotho. Negara di Afrika Selatan itu malah dikenakan 50 persen. Hal yang sama juga terjadi di Asia Tenggara, negara seperti Kamboja yang ekonominya tidak begitu maju, diganjar 49 persen oleh Trump.
ADVERTISEMENT
"Negara-negara yang paling dirugikan ada di Afrika dan Asia Tenggara. Kebijakan ini berisiko semakin merusak prospek pembangunan negara-negara yang sudah menghadapi kondisi perdagangan yang semakin buruk," terangnya.

Negara Kaya juga Terpukul

Bukan cuma negara miskin, formula ini juga membingungkan negara-negara kaya. Untuk Uni Eropa, rumus Trump tersebut menghasilkan tarif impor sebesar 20 persen, empat kali lipat dari rata-rata tarif 5 persen yang dihitung Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Jadi, setidaknya bagi kami, ini adalah kesalahan besar," kata Stefano Berni, General Manager konsorsium yang mewakili produsen keju spesial Grana Padano di Italia.
"Bahkan hari ini, biaya masuk ke AS bagi kami tiga kali lebih mahal dibandingkan biaya masuk ke pasar kami bagi keju AS," katanya dalam sebuah pernyataan.
ADVERTISEMENT

Penjelasan Pihak Trump

Presiden Donald Trump menunjukkan grafik tarif impor baru saat "Make America Wealthy Again" di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (2/4/2025). Foto: Brendan Smialowski/AFP
Ketika ditanya tentang metodologi yang digunakan, Wakil Sekretaris Pers Gedung Putih, Kush Desai, memposting di X bahwa "kami secara harfiah menghitung tarif dan hambatan non-tarif".
Saat diwawancarai CNBC mengenai bagaimana pemerintahan Trump menemukan formula ini, Menteri Perdagangan Howard Lutnick tidak secara langsung menjelaskannya, tetapi mengatakan bahwa ekonom di Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) telah bekerja selama bertahun-tahun untuk menemukan rumus yang mencerminkan semua hambatan perdagangan yang diterapkan oleh suatu negara.
Namun, para ekonom di seluruh dunia dengan cepat menunjukkan bahwa variabel dalam formula ini saling meniadakan satu sama lain sehingga sebenarnya hanya menghasilkan perhitungan sederhana: defisit perdagangan barang AS dibagi dengan ekspor barang negara lain ke AS.
"Ini sebenarnya bukan metodologi," kata Mary Lovely, Senior Fellow di Peterson Institute. "Ini seperti mendiagnosis kanker dan menemukan bahwa dosis obat ditentukan berdasarkan berat badan dibagi usia pasien. Kata 'resiprokal' sangat menyesatkan."
ADVERTISEMENT
Robert Kahn, Managing Director bidang makro global di Eurasia Group, sepakat bahwa formula ini menghasilkan "angka-angka yang tidak masuk akal dan tidak relevan."
"Ini mengirimkan sinyal bahwa kita menarik diri dari hubungan dan aliansi kita, serta menjadi peringatan bagi banyak sekutu tradisional kita," katanya kepada Reuters.