Tarif KRL Jabodetabek Diusulkan Naik Rp 2.000, Apa Kata Para Penumpang?

13 Januari 2022 15:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rangkaian KRL Commuter Line melintas di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten.  Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
zoom-in-whitePerbesar
Rangkaian KRL Commuter Line melintas di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten. Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
ADVERTISEMENT
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengusulkan kenaikan tarif KRL Jabodetabek sebesar Rp 2.000 per 25 km pertama. Artinya kenaikan itu membuat biaya KRL Jabodetabek menjadi Rp 5.000 karena saat ini tarifnya di jarak tempuh awal tersebut hanya Rp 3.000.
ADVERTISEMENT
Kenaikan itu diusulkan karena tarif KRL Jabodetabek tak berubah sejak 2015. Sementara inflasi berdampak pada biaya operasi KRL. Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) juga dijadikan alasan Kemenhub untuk menaikkan tarif KRL Jabodetabek.
Bagaimana tanggapan para penumpang KRL?
Seorang pengguna KRL Jabodetabek yang tinggal di Jakarta, Ahsani, mengaku keberatan dengan wacana kenaikan tarif tersebut. Ahsani yang berprofesi sebagai dosen biasanya memanfaatkan moda transportasi tersebut untuk ke tempatnya mengajar di Bogor.
“Ngajarnya di Bogor bolak-balik ke Jakarta setiap hari itu saja sudah mahal, belum tambah biaya Gojek,” kata Ahsani saat ditemui di Pasar Minggu, Kamis (13/1).
Rangkaian KRL Commuter Line melintas di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten. Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Ahsani merasa kenaikan tarif bisa saja malah membuat masyarakat berpikir dua kali kalau mau naik KRL Jabodetabek. Padahal, kata Ahsani, pemerintah mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum.
ADVERTISEMENT
Selain terkait tarif naik KRL Jabodetabek, Ahsani juga menyoroti mahalnya biaya parkir di stasiun. Menurutnya tarif parkir harus diturunkan.
“Parkir di stasiun selama 4 jam bisa Rp 10.000, biaya parkir harusnya bisa diturunkan. Jadi tarif (KRL Jabodetabek) enggak usah naik,” ujar Ahsani.
Seorang pengguna KRL Jabodetabek dari Bekasi, Nadia, mengaku kurang setuju dengan rencana kenaikan tarif KRL Jabodetabek. Ia biasa memanfaatkan KRL Jabodetabek dari Bekasi untuk ke tempat kerjanya di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
“Harga Rp 3.000 untuk 25 km pertama saja sudah cukup membantu dan sangat murah kalau dibandingkan dengan transportasi lainnya ya. Apalagi saya ini kerjanya di Jakarta dan cukup mobile, yang artinya tidak setiap saat kerja di kantor. Kadang harus kerja di luar kantor dan bisa saja jaraknya lebih jauh dari kantor,” ungkap Nadia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Nadia mengatakan rencana kenaikan tarif KRL Jabodetabek bakal membuat beban biaya transportasinya setiap hari semakin berat. Kondisi tersebut bisa saja dialami oleh para penumpang KRL Jabodetabek lainnya yang dari Bekasi.
“Karena kalau dari bekasi ke kantorku yang di kawasan Pasar Minggu saja sekali jalan sudah kisaran Rp 4.000. Kalau PP Rp 8.000 dan itu hitungannya sehari, belum lagi untuk sebulan,” terang Nadia.
Sejumlah calon penumpang berjalan menuju KRL Commuter Line di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Senin (14/9/2020). Foto: ARIF FIRMANSYAH/ANTARA FOTO
Dibanding menaikkan tarif, Nadia menuturkan seharusnya para pihak terkait memperbaiki pelayanan dan fasilitas yang ada di kereta dan stasiun. Ia mencontohkan salah satu yang perlu diperbaiki adalah ketepatan waktu kedatangan kereta.
“Apalagi kereta Bekasi itu suka banget terlambat datang. Kadang harusnya jadwal berangkat jam 7, tapi sampai jam setengah 8 keretanya belum sampai, seperti itu sih,” tutur Nadia.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, seorang penumpang KRL Jabodetabek lainnya, Fajar, mengaku tidak begitu mempermasalahkan rencana kenaikan tarif. Ia biasa memanfaatkan KRL Jabodetabek dari Stasiun Pasar Minggu ke Stasiun Gondangdia yang tidak jauh dari tempat kerjanya.
“Kalau mau dinaikkan tentu sudah ada pertimbangan hitung-hitungannya dari pemerintah. Kalau saya naik KRL tidak setiap hari karena ada motor, tapi juga naik motor terus parkir di Stasiun Pasar Minggu ke Gondangdia,” tutur Fajar.