Tekan Emisi Karbon, Kilang Pertamina Internasional Siapkan 13 Inisiatif ESG 2023

30 November 2022 9:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) beraktivitas di kawasan Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (27/10/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) beraktivitas di kawasan Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (27/10/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Subholding Refining & Petrochemical Pertamina, menyiapkan 13 inisiatif Economic, Social & Governance (ESG) untuk tahun depan. Inisiatif dilakukan, bagian dari upaya KPI mengikuti arahan pemerintah tekan emisi karbon sekaligus menjadi perusahaan kilang dan petrokimia kelas dunia.
ADVERTISEMENT
Inisiatif ESG yang disiapkan KPI antara lain sistemisasi program keanekaragaman hayati, Beyond PROPER (waste and water), revitalisasi proses safety management, hingga ESG Financing.
Vice President Health Safety Security Environment (HSSE) KPI, Ganda Putra Simatupang, mengatakan perusahaan menyiapkan strategi dan inisiatif ESG yang berfokus pada 10 sustainability yang sejalan dengan SDGs. KPI sudah membuat grand plan proses bisnis hingga 2060 yang terkait emisi nol atau Net Zero Emmission (NZE).
Ganda mengatakan peta jalan NZE yang dilakukan KPI melalui upaya meningkatkan valuasi produk, salah satunya dengan produk-produk ramah lingkungan (green product). Tak hanya melalui produk baru, KPI juga terus melakukan terobosan-terobosan, seperti mencoba teknologi baru hingga new mindset.
“KPI akan bermetamorfosis menuju sustainability. Bisnis holding Pertamina nanti yang akan jadi carbon credit. Holding yang akan menjadi lead-nya kita,” kata Ganda dalam keterangan, Rabu (30/11).
ADVERTISEMENT
Kesepuluh sustainability yang dijalankan KPI adalah adalah mengatasi perubahan iklim; mengurangi environmental footprint; melindungi keanekaragaman hayati (biodiversity); health and safety; dan pencegahan major accidents. Selain itu adalah perekrutan, pengembangan dan retensi karyawan; inovasi; community engagement and impact; keamanan siber; dan etika korporasi.
Menurut Ganda, investor selalu mempertanyakan kinerja perusahaan terkait health and safety. Untuk itu, KPI sudah melakukan perbaikan signifikan dan cukup drastis. “Terkait major accident, yang menjadi momok besar ada di kilang karena itu jadi fokus dalam ESG. Sementara terkait recruting masing-masing ada KPI-nya,” ungkap dia.
Ilustrasi kilang Pertamina Foto: Dok. Pertamina
Operasi dan bisnis KPI, lanjut Ganda, menyesuaikan dengan rencana dan target ESG Pertamina. KPI menjadikan implementasi ESG bukan sekadar aksesoris ataupun gimmick. ESG apabila tidak dilakukan dengan afirmative action dan policy pada masa mendatang akan menjadi potensi risiko untuk reputasi perusahaan maupun aspek finansial.
ADVERTISEMENT
“Dua risiko itu harus dimitigasi dengan cermat karena pembangunan kilang yang membutuhkan investasi yang jumbo membutuhkan pendanaan dari market atau strategic investor. Tanpa reputasi yang baik perusahaan akan kesulitan menarik investasi,” kata Ganda.

Tantangan Terapkan ESG

Jalal, Praktisi ESG dan Dewan Pengurus Institute of Certified Sustainability Practitioners (ICRP), mengatakan puncak dari implementasi ESG adalah pembiayaan. Jika tidak dapat keputusan pembiayaan, tentu tidak dapat keuntungan, tentunya bukan ESG.
“Jadi perlu memperhatikan selera pasar, modal ada di mana. Kalau Pertamina mau mencari pembiayaan, yang penting diperhatikan adalah yang mempunyai uang lebih memperhatikan yang mana. Perusahaan yang mau ber-ESG harus mempunyai fokus,” ungkap Jalal.
Mengutip S&P Global, menurut Jalal, sektor migas adalah sektor industri dengan paparan risiko ESG tertinggi di antara seluruh sektor. Namun, subsektor kilang dinilai paling rendah risikonya. “Tingginya risiko ESG sektor migas terutama disebabkan oleh risiko lingkungan dan sosial yang selalu ada di atas rerata industri,” katanya.
ADVERTISEMENT
Menurut Jalal, ada tiga pilihan yang bisa diambil untuk mengantisipasi risiko tersebut, yakni mau tetap bertahan di bisnis migas, melakukan pindah atau diversifikasi usaha secara bertahap atau pindah secara cepat.
“Masing-masing mempunyai risiko sendiri. Kalau enggak pindah, tidak perlu capex tapi risikonya nanti perusahaan mati,” kata dia.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, ESG akan menjadi beban tambahan (additional cost), namun dalam aspek keberlanjutan sangat bagus.
“Kita perlu aware, ada konsekuensi yang perlu ditanggung kalau kita ingin baik. Hidup sehat itu bagus, tapi perlu ditanggung oleh vitamin vitamin yang tentunya perlu biaya cukup besar,” kata Komaidi.
Sementara itu, Senior Vice President Corporate Finance PT Pertamina (Persero) Bagus Agung Rahadiansyah mengatakan ESG akan menentukan keberlangsungan entitas tersebut. Bukan hanya saat ini untung, tapi 30 tahun kemudian entitas tersebut bubar.
Pertamina menggandeng beberapa perusahaan asal Uni Emirat Arab (UEA) untuk mengembangan potensi energi dan produksi kilang di Indonesia. Foto: Pertamina
“Bagaimana tiga faktor (ESG) ini menjadi terkait dan membentuk sustainaibility,” ujar Bagus.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, keberlanjutan seolah-olah hanya erat kaitannya dengan lingkungan, padahal ada ESG yang menjadi peta jalan (roadmap) membentuk sustainability Pertamina. Implementasi ESG di Pertamina sudah dilihat publik dari ekosistem. Tiga faktor ini menjadi tolak ukur, apakah perusahaan ini bisa berlanjut atau tidak. ESG juga mengukur keberlanjutan profit generation.
“Dari sisi governance apakah perusahaan mau terus menerus melakukan perbaikan terhadap tata kelolanya sehingga membuat governance selalu dimodifikasi menjadi nilai bagi perusahaan,” katanya.
Bagus mengatakan saat ini investor dan perbankan sangat peduli dengan ESG karena tidak mau diasosiasikan dengan perusahaan yang abai terhadap aspek lingkungan hingga sosial.