Tekstil RI Kena Tarif 47 Persen ke AS, Pukulan Buat Industri Domestik

20 April 2025 20:43 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pabrik tekstil. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pabrik tekstil. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Produk tekstil Indonesia sudah terkena tarif impor 47 persen ke Amerika Serikat (AS), dari sebelumnya hanya 10-37 persen, menjadi pukulan bagi industri dalam negeri. Selain itu, penerapan hambatan non-tariff measures (NTMs) juga berpotensi menjadi pukulan telak bagi industri Indonesia. Apalagi jika diterapkan bersamaan tanpa persiapan nasional yang memadai.
ADVERTISEMENT
“Kalau nanti ditekan lagi 47 persen ya udah langsung ambles lah itu. Makin tinggi lagi gitu kan, makin berat lagi bagi kita,” Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad kepada kumparan, Minggu (20/4).
Berdasarkan catatan Tauhid sebelumnya, kenaikan tarif 32 persen saja sudah sangat akan menekan perekonomian Indonesia. “Kalau kemarin itu pakai tarif 32 persen bagi sektor-sektor yang ada itu dampaknya luar biasa besar, output untuk sektor tekstil dan produk pakaian itu berkurangnya ya itu sekitar 7,34 persen, ekspornya itu akan turun sebesar 9,16 persen,” tambahnya.
Menurutnya, kebijakan ini sangat tidak adil bagi negara berkembang seperti Indonesia. “Itu kebijakan yang tidak fair bagi semua negara. Dan seharusnya kita juga tidak perlu katakanlah tunduk semua permintaan,” tegas Tauhid.
ADVERTISEMENT
Selain tarif, AS juga disebut menerapkan NTMs yang lebih memberatkan dari tarif itu sendiri. “Non-tariff measure itu kadang-kadang bebannya jauh lebih berat jika dibandingkan tarif itu sendiri,” kata Tauhid. Ia mencontohkan bahwa NTMs dari AS bisa mencapai lebih dari 2.000 kebijakan, jauh lebih kompleks dibandingkan yang diterapkan Indonesia.
Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy memperingatkan bahwa jika Indonesia menuruti permintaan pelonggaran NTMs tanpa kajian komprehensif dan data yang kuat, maka pelaku industri dalam negeri, terutama manufaktur kecil dan menengah, akan menghadapi kesulitan besar.
“Alih-alih mendorong daya saing, penerapan pelonggaran NTMs pada barang asal AS secara tergesa justru berpotensi menciptakan hambatan baru di pasar domestik bagi produk lokal,” ungkap Yusuf.
Ia juga menambahkan bahwa Indonesia berada dalam suatu dilema, yakni mempertahankan akses pasar AS atau mempertahankan kekuatan industri nasional. “Ini bukan hanya soal ekspor, tapi juga kedaulatan regulasi dan arah pembangunan industri kita sendiri,” ujar Yusuf.
ADVERTISEMENT
Pemerintahan Donald Trump dijadwalkan mengambil keputusan terkait hasil negosiasi perdagangan dengan Pemerintah Indonesia dalam dua bulan ke depan atau 60 hari.
Dalam perundingan tersebut, Indonesia menekankan pentingnya mempertahankan tarif impor yang rendah. Sementara itu, sejumlah menteri di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto juga direncanakan menggelar pertemuan strategis dengan pihak Amerika Serikat di berbagai forum internasional guna mendorong tercapainya hasil negosiasi yang sejalan dengan kepentingan nasional.