Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Permintaan pelumas kendaraan terpantau menurun semenjak mewabahnya pandemi COVID-19. Ketua Asosiasi Pelumas Indonesia (Aspelindo) Andria Nusa mengatakan penjualan di kuartal II 2020 tercatat turun drastis bahkan hingga 50 persen. Alhasil untuk mengurangi tekanan, para pelaku usaha pun memilih untuk mengurangi produksi.
ADVERTISEMENT
“Penjualan pelunas di kuartal II turun drastis dibanding kuartal I. Penurunan sekitar 30-50 persen, bervariasi. Akhirnya produksi kami kurangi,” ungkap Andria dalam MarkPlus Roundtable, Jumat (26/6).
Melihat industri yang tengah tertekan ini, Andria mengatakan sejatinya asosiasi membutuhkan uluran tangan pemerintah. Menurutnya, pemerintah selama ini memang sudah banyak membantu. Namun dalam kondisi saat ini, Andria tidak menampik bahwa industri pelumas membutuhkan batuan lebih banyak.
Pertama, Aspelindo meminta agar aturan Standar Nasional Indonesia (SNI) dilebur dengan aturan sertifikasi Nomor Pelumas Terdaftar (NPT). Seperti diketahui selama ini produsen pelumas harus mempunyai surat SNI dan NPT sebagai syarat untuk mengedarkan pelumas.
Namun Andria mengatakan kedua aturan ini justru tumpang tindih.
“Sehingga terjadi duplikasi. Berarti ini cost juga bagi kami. SNI dan NPT jadi satu saja. Enggak dua kali kerja dan enggak dua kali biaya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kedua, Aspelindo juga menuntut adanya peningkatan penggunaan produksi dalam negeri atau TKDN. Menurut Andria, hanya segelintir sektor yang menerapkan TKDN, sedangkan mayoritas belum sama sekali. Andria menilai, hal ini penting agar industri pelumas dalam negeri bisa tertolong.
Ketiga, soal insentif fiskal. Seperti diketahui pemerintah telah menerbitkan PMK Nomor 23 Tahun 2020 tentang insentif pajak untuk wajib pajak (WP) terdampak wabah virus corona. Adapun insentif yang diberikan adalah PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah, pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen dan restitusi PPN dipercepat selama 6 bulan untuk eksportir dan non eksportir.
Sayangnya dari sederet insentif tersebut, industri pelumas hanya menikmati satu keringanan saja yaitu pembebasan PPh 21.
ADVERTISEMENT
“Kami berharap enggak hanya PPh 21. Banyak yang kami harapkan bisa diberikan keringanan,” ujar Andria.
Selain itu, Andria juga berharap pemerintah memberikan keringanan biaya listrik, restrukturisasi utang hingga kemudahan untuk melakukan ekspor. Sebab selama ini, ekspor terkendala karena bea masuk negara tujuan sangat mahal. Andria berharap pemerintah bisa melakukan negosiasi dengan beberapa negara tujuan ekspor agar bea masuk bisa lebih murah.
“Pada saat ini kami memang istilahnya tidak begitu banyak mengejar sales. Tapi lebih mengarah konsolidasi restrategic lagi. Setelah pandemi ini akan ada kondisi normal yang berbeda. Inilah yang kami siapkan strateginya,” tandasnya.