Terdampak Rupiah Anjlok, Pengusaha Makanan dan Minuman Mau Naikkan Harga?

23 Juni 2024 13:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Gabungan Industri Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada Selasa (16/4/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Gabungan Industri Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada Selasa (16/4/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
ADVERTISEMENT
Gabungan Produsen Industri Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) mempertimbangkan menaikkan harga produk di tengah melemahnya nilai tukar rupiah ke dolar AS.
ADVERTISEMENT
Anjloknya rupiah itu membuat biaya importasi bahan baku atau bahan baku penolong naik. Mengutip Bloomberg pada Jumat (21/6), nilai tukar rupiah melemah 20 poin (0,12 persen) ke Rp 16.450 per dolar AS
Ketua Umum Gapmmi, Adhi S Lukman, menuturkan pelaku usaha harus melihat situasi ekonomi dalam negeri untuk mengerek harga produk, karena berkaitan erat dengan daya beli masyarakat.
“Kenaikan harga masih dipertimbangkan mengingat daya beli dan situasi ekonomi belum bagus,” kata Adhi kepada kumparan, dikutip Minggu (23/6).
Adhi berharap pemerintah segera turun tangan mengatasi kelanjutan tren pelemahan rupiah ini, agar tidak berdampak pada kinerja industri mamin.
“Kinerja industri, banyak faktor penyebabnya. Oleh sebab itu kita berharap ada dukungan pemerintah sehingga kinerja bisa dipertahankan,” terang Adhi.
ADVERTISEMENT
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membidik pertumbuhan industri mamin sebesar 6,18 persen di 2024. Angka tersebut lebih tinggi dari realisasi industri tahun lalu yang sebesar 4,7 persen

Kemenperin Klaim Belum Terima Laporan Dampak Rupiah Anjlok ke Industri

Dirjen Industri Agro Putu Juli Ardika saat ditemui di Kantor Kemenperin pada Senin (25/3/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika mengatakan belum menerima aduan mengenai dampak anjloknya rupiah terhadap industri agro, baik dari pelaku usaha industri mamin, tembakau dan bahan penyegar, maupun industri hasil laut dan perikanan.
“Tapi kok enggak ada yang lapor ya (berarti) belum berdampak,” kata Putu kepada wartawan di Kantor Kemenperin, Kamis (20/6).
Putu memandang, pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini tidak akan berdampak langsung atau secara cepat terhadap industri di bawah industri agro, utamanya industri mamin yang banyak mengimpor bahan baku atau bahan baku penolong dari luar negeri.
ADVERTISEMENT
Sebab, industri besar umumnya menggunakan sistem kontrak untuk pengadaan bahan baku atau bahan baku penolong yang biasanya diteken setahun sekali.
“Karena kita punya stok, jadi satu tahun itu kita sudah rencanakan supply demand-nya. Karena biasanya ada batasan berapa persen di depan, dan untuk berapa lama, dan kita punya stok yang cukup. Sampai saat ini belum ada yang mengatakan mereka kesulitan di industri mamin,” jelas Putu.