Terkatung 1 Dekade, Komisi XII Ungkap Alasan RUU Migas Tak Masuk Prolegnas

12 Desember 2024 19:36 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eddy Soeparno, anggota DPR dari PAN, dalam sidang MPR, Kamis (3/10/204). Foto: Dok MPR
zoom-in-whitePerbesar
Eddy Soeparno, anggota DPR dari PAN, dalam sidang MPR, Kamis (3/10/204). Foto: Dok MPR
ADVERTISEMENT
Komisi XII DPR mengungkapkan alasan Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) tidak kunjung masuk dalam Prioritas Legislatif Nasional (Prolegnas), padahal sudah terkatung-katung lebih dari satu dekade.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi XII DPR Eddy Soeparno menjelaskan pihak parlemen berharap partisipasi dari seluruh elemen masyarakat, baik itu asosiasi, praktisi, hingga akademisi melalui dialog secara terbuka.
Eddy mengakui parlemen mengutamakan penyelesaian RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET), yang diharapkan bisa rampung pada Februari 2025.
"Jadi kalau perkiraan kita bulan Februari undang-undang EBET selesai, kita akan melaksanakan (RUU Migas), kita hanya boleh membahas dua undang-undang per tahunnya," jelasnya saat BPH Migas Awards 2024, Kamis (12/12).
Meski demikian, dia mengungkapkan masih ada revisi UU lain yang masih harus dibahas oleh Komisi XII DPR, sehingga pembahasan RUU Migas kemungkinan baru dilakukan setelah itu.
Ilustrasi Pengeboran Migas Pertamina. Foto: Dok. Pertamina
Ditemui usai acara, Eddy menjelaskan alasan mengapa RUU Migas tidak pernah masuk daftar Prolegnas, termasuk tahun ini, karena beleid tersebut bersifat kumulatif terbuka.
ADVERTISEMENT
"Kumulatif terbuka itu ketika ada pasal-pasal di dalam sebuah undang-undang, sudah menyatakan tidak berlaku lagi, itu bisa langsung diajukan tanpa melalui mekanisme prolegnas prioritas," tutur Eddy.
Dengan demikian, lanjut dia, DPR bebas membahas RUU Migas kapan pun. Hanya saja, pembahasan UU oleh parlemen dibatasi hanya 2 UU dalam satu tahun.
"Jadi setelah undang-undang EBET selesai, akan ada satu revisi undang-undang. Setelah itu langsung kita RUU Migas," tegasnya.
Di sisi lain, Eddy mengakui RUU Migas mendesak untuk segera disahkan, sebab Indonesia perlu membenahi iklim investasi hulu migas dan meningkatkan lifting migas yang terus menurun.
"Tahun ini saja tidak akan mencapai target lifting yang sekitar 612 ribu barel per hari. Mungkin tahun ini hanya 570 ribu barel per hari. Artinya apa? Ada suatu hal yang membuat sektor migas kita tidak menarik bagi investasi. Itulah makanya kita perlu melakukan perubahan undang-undang," ujar Eddy.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Revisi UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 belum kunjung dirampungkan. Padahal sudah menggantung 10 tahun di meja DPR. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengusulkan adanya kelembagaan pengelolaan hulu migas yang didapat dimasukkan dalam RUU Migas.
Jika dibubarkan, SKK Migas disebut akan diganti oleh Badan Usaha Khusus (BUK) Migas. Masalah SKK Migas yang akan dibubarkan bermula dari putusan Mahkamah Konstitusi pada 2012 yang mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Saat itu SKK Migas masih bernama BP Migas.