Tesla Mau Stock Split, Wall Street Menguat

29 Maret 2022 6:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
New York Stock Exchange (NYSE) di Wall Street, New York City. Foto: Angela Weiss / AFP
zoom-in-whitePerbesar
New York Stock Exchange (NYSE) di Wall Street, New York City. Foto: Angela Weiss / AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wall Street menguat pada penutupan perdagangan di Amerika Serikat, Senin (28/3). Tiga indeksnya berakhir di zona hijau dengan kenaikan S&P 500 dan Nasdaq paling tajam didorong rencana Tesla melakukan stock split atau pemecahan saham.
ADVERTISEMENT
Indeks S&P 500 mengalami kenaikan poin paling banyak dalam tiga hari berturut-turut. Sedangkan Nasdaq melesat paling tinggi.
Dilansir dari Reuters, Selasa (29/3), Indeks S&P 500 naik 32,46 poin (0,71 persen) menjadi 4.585,52. Indeks Dow Jones naik 94,65 poin (0,27 persen) menjadi 34.955,89 poin, dan Nasdaq melesat 18,31 persen, mencapai 1.354,90 poin.
Indeks S&P 500 mengalami rebound dari perdagangan sebelumnya, dengan indeks benchmark jatuh sebesar 0,6 persen pada satu sisi.
Sementara itu, rencana Tesla stock split juga membuat sahamnya melonjak 8,03 persen. Perusahaan akan meminta restu ke pemegang saham untuk memecah saham yang beredar agar lebih banyak investor yang bisa memilikinya.
Selain rencana stock split saham Tesla, pertumbuhan sejumlah sektor saham membantu indeks utama Wall Street pulih dalam beberapa hari terakhir, bahkan ketika konflik antara Rusia dan Ukraina berlanjut. Analis mencatat nilai saham AS relatif murah berdasarkan observasi pertumbuhan saham saat ini.
Ilustrasi pabrik Tesla. Foto: Shutter Stock
Meski demikian, saham seperti Exxon Mobil Corp kehilangan 2,81 persen dan Chevron Corp turun 1,75 persen. Sebaliknya, sektor keuangan jatuh pada sesi ini, karena bank sentral AS atau Federal Reserve kemungkinan menaikkan suku bunga acuan.
ADVERTISEMENT
“Masih banyak orang yang berinvestasi di sektor keuangan. Saya tidak terkejut melihat keuangan kembali relatif, melihat apa yang terjadi di pasar obligasi saat ini,” ujar Wakil Presiden Senior Wedbush Securities, Stephen Massocca.
Dengan adanya peningkatan jual obligasi yang mencapai level tertinggi sejak 2019, muncul kekhawatiran adanya kebijakan moneter Federal Reserve yang lebih agresif, sehingga berpotensi menyebabkan resesi.