The Fed Mau Tapering Tahun Ini, Rupiah Bakal Melemah Rp 17.000 per Dolar AS?

28 Agustus 2021 18:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas mengitung uang rupiah di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (27/11). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Petugas mengitung uang rupiah di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (27/11). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed kemungkinan akan melakukan kebijakan pengurangan aset atau tapering di tahun ini. Kebijakan ini tentu akan berdampak pada Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurut Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira, kebijakan tapering akan berdampak pada nilai tukar rupiah yang melemah. Ini kemudian akan membuat harga barang konsumsi naik signifikan.
"Dampak tapering off paling cepat dirasakan ke fluktuasi nilai tukar. Jika situasi tapering off berubah menjadi taper tantrum maka nilai tukar rupiah akan mengalami tekanan hebat. Dulu tahun 2013 rupiah dari Rp 12.000 per USD loncat ke Rp 14.600 di tahun 2015," ujar Bhima saat dihubungi kumparan, Sabtu (28/8).
Menurut dia, minat dana asing masuk ke instrumen di negara berkembang seperti Indonesia, yakni saham dan surat utang pemerintah akan menurun.
Sementara pemulihan ekonomi Indonesia sedang terganggu akibat pandemi, sehingga Indonesia diperkirakan pulih lebih lambat dibanding negara lainnya.
ADVERTISEMENT
"Rupiah diperkirakan melemah hingga 16.000-17.000 per dolar AS jika tapering off mulai awal 2022," ujarnya.
Pelemahan rupiah, kata dia, juga akan menciptakan imported inflation atau inflasi karena naiknya harga barang impor. Dia menilai ancaman inflasi perlu segera diantisipasi karena daya beli diperkirakan belum kembali naik di 2022 akibat dampak pandemi COVID-19.
"Volatilitas kurs juga membuat impor naik signifikan dan memukul industri manufaktur yang bahan bakunya impor. Misalnya industri farmasi sebesar 90 persen bahan baku nya berasal impor. Bisa mempengaruhi keberlanjutan bisnis farmasi juga harga jual produk di tingkat konsumen," jelasnya.
Tapering menurutnya juga akan berdampak pada kenaikan tren suku bunga acuan. Ini akan membuat bunga kredit perbankan makin mahal.
"Mau tidak mau untuk tekan keluarnya dana asing ya bunga acuan dinaikkan. Kalau milenial mau ajukan KPR atau kredit motor tahun depan bunganya diperkirakan makin mahal. Jadi sebaiknya buru-buru kredit sekarang sebelum bunga naik. Shock taper tantrum pada 2013 menjadi pelajaran penting agar memperkuat fundamental ekonomi," tuturnya.
New York Federal Reserve Bank Foto: REUTERS/Brendan McDermid
Menurut dia, pemerintah perlu memperkuat devisa dengan optimalkan Devisa Hasil Ekspor yang dikonversi ke rupiah. Pemerintah juga perlu mengantisipasi ancaman keluarnya dana asing dengan pengendalian terhadap risiko utang pemerintah dan swasta.
ADVERTISEMENT
Juga mendorong permintaan dan pertumbuhan kredit usaha sebelum tapering off terjadi untuk percepat pemulihan ekonomi.
"Mendorong investasi yang berkualitas bukan sekadar portfolio sehingga struktur investasi bisa lebih panjang tidak mudah terguncang faktor eksternal," kata dia.
Sebelumnya, Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam pidatonya pada Simposium Ekonomi Tahunan Jackson Hole Federal Reserve Bank of Kansas City, memberi sinyal tapering akan dilakukan dalam waktu dekat.
Setidaknya, saat ini tercatat senilai secara bulanan pembelian Treasury AS dan sekuritas mencapai USD 120 miliar. Powell mengatakan jika pertumbuhan ketenagakerjaan berlanjut, maka tapering bisa dimulai tahun ini.
Sementara Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, juga mengatakan tapering akan sangat berdampak bagi Indonesia. Dampaknya yakni terhadap suku bunga, inflasi, hingga tingkat pengangguran.
ADVERTISEMENT
"Ini kan soal momentum kapan, tentu saja ini pengaruhnya ke kita ke suku bunga, inflasi, pengangguran, dan lain-lain saya kira cukup besar," kata Tauhid saat webinar yang digelar Narasi Institute, Jumat (20/8).