Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Tiap Orang di Indonesia Disebut Buang Sampah Makanan 300 Kg per Tahun, Benarkah?
12 Oktober 2021 13:38 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Tak dapat dimungkiri, permasalahan sampah makanan atau food loss and waste (FLW) terus hangat diperbincangkan dunia, terutama bagi negara-negara yang berada di peringkat teratas, seperti Indonesia.
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, data dari The Economist Intelligence Unit menyatakan bahwa Indonesia merupakan penghasil FLW kedua terbesar di dunia. Data ini memaparkan bahwa setiap masyarakat yang tinggal negeri ini menghasilkan 300 kg sampah makanan per tahun.
Menerima keterangan ini, Kementerian PPN/Bappenas kaget dan heran dengan tingginya perhitungan ini. Supaya tidak menghasilkan misinformasi, Bappenas akhirnya melakukan kajian lanjutan di tingkat nasional dan regional untuk mengetahui datanya secara lebih akurat.
“Kita, tuh, terbingung-bingung. Kok, bisa sampai 300 kg per orang per tahun? Hampir tiap hari berarti kita buang 1 kg makanan. Nah, pertanyaannya, memang benar? Akhirnya kita coba untuk mengkaji,” tutur Direktur Lingkungan Hidup, Medrilzam, dalam talk show virtual yang diselenggarakan oleh Low Carbon Development Indonesia (LCDI), Selasa (12/10).
ADVERTISEMENT
Setelah koleksi data dan analisis, ditemukan perbedaan jumlah FLW. Dari temuan Bappenas, dari 2000-2019 tren FLW naik di Indonesia; dari 115 kg per orang per tahun, hingga terakhir menjadi 184 kg per orang per tahun.
“Tapi tetap, ini masih buang-buang makanan. Berarti kita kurang lebih buang setengah kg per hari,” bebernya.
Akan tetapi, Medrilzam kembali melanjutkan bahwa jumlah FLW yang direkam oleh Bappenas atau The Economist tidak sepenuhnya berasal dari “sisa makanan” yang ada di atas meja makan rumah-rumah.
“Terdapat perbedaan antara food loss dan food waste. Food loss adalah bahan pangan yang terbuang pada proses panen, produksi, hingga distribusi dan penyimpanan (gudang), sedangkan food waste adalah makanan yang terbuang ketika dijual oleh ritel dan pasar, serta pengolahan makanan di rumah. Jadi sebenarnya tidak semuanya berasal dari sisa makanan orang-orang,” rincinya.
Apa Penyebab Tumpukan Sampah Makanan di Indonesia?
Menyambung penjelasan Bappenas, organisasi penanganan limbah Waste4Change ikut angkat suara tentang tiga alasan utama mengapa Indonesia memiliki jumlah FLW yang begitu tinggi. Apa saja?
ADVERTISEMENT
“Pertama, kurangnya implementasi food handling practice atau cara penanganan dan perawatan makanan yang salah. Jadi banyak yang suka berpikir kalau makanan, biar tahan lama, masukkan saja ke kulkas semua. Padahal enggak selalu seperti itu,” ujar Team Leader Kajian FLW dari Waste4Change, Annisa Ratna Putri.
Annisa melanjutkan, yang kedua adalah soal kualitas ruang penyimpanan yang kurang optimal. Bukan hanya di tatanan rumah tangga, tetapi juga di fasilitas pengolahan atau distribusi bahan pangan.
Sedangkan yang ketiga, kelebihan porsi yang diikuti dengan perilaku konsumtif. Hal ini disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang masih menganggap food waste sebagai hal yang tidak merugikan siapa pun.
“Banyak yang bilang kalau berlebihan lebih baik daripada kurang, padahal bisa dibuat cukup. Ini yang keliru. Dampak FLW tidak terlihat secara langsung, tetapi bukan berarti tidak merugikan siapa pun,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Cara Masyarakat Mengantisipasi dan Mengurangi Sampah Makanan?
Jika berbicara soal kepedulian terhadap lingkungan, Annisa menyarankan masyarakat untuk lebih dahulu melihat ke aspek-aspek yang terdekat. Salah satunya adalah pengurangan dan pengolahan sampah makanan.
“Banyak yang tidak menyadari, bahwa makanan-makanan expired juga salah satu bentuk food waste. Hal itu mencemarkan lingkungan dan berujung melemahkan ekonomi sirkular,” lanjut Annisa.
Baginya, cara yang paling mudah untuk dilakukan oleh masyarakat adalah dengan membangun kebiasaan first in first out alias FIFO. Dengan FIFO, masyarakat akan jadi lebih sadar soal tanggal kedaluwarsa dan menyusunnya berurut supaya dapat dipakai lebih dulu.
Selain itu, Annisa juga menyarankan masyarakat untuk memilah sampah makanan dengan sampah lainnya supaya tidak menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA). Bahkan jika masyarakat memiliki biopori atau composter, akan lebih baik untuk mengolah sampahnya secara mandiri.
ADVERTISEMENT
“First in first out, FIFO, usahakan selalu ambil yang kita beli terlebih dahulu. Supaya yang expired tidak terbuang. Jadi, jangan ambil yang kita letakkan terakhir. Lalu, memilah sampah juga, supaya tidak menumpuk di TPA. Bisa diolah di rumah dengan biopori, dan juga composter milik individu atau komunal,” tutupnya.