Tips Investasi ala Lo Kheng Hong saat Ada Isu Resesi Ekonomi AS

23 Agustus 2019 20:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lo Kheng Hong di Acara Capital Market Summit and Expo di Jakarta Convention Center, Jakarta. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Lo Kheng Hong di Acara Capital Market Summit and Expo di Jakarta Convention Center, Jakarta. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat (AS) menghadapi potensi resesi atau mini krisis. Kondisi tersebut terlihat dari indikator-indikator krisis. Reuters menulis, pemicunya adalah dampak dari perang dagang antara China-AS yang tak kunjung usai sejak awal 2018. Kedua negara saling mengenakan tarif atas produk impor.
ADVERTISEMENT
Atas dampak perang dagang terhadap potensi resesi AS, beberapa ekonom memprediksi Bank Sentral AS, the Federal Reserve (the Fed) akan memangkas suku bunga acuan pada September dan tahun depan untuk merespons potensi resesi. Morgan Stanley memprediksi resesi akan terjadi pada kuartal III 2019.
Potensi resesi ekonomi AS pasti membuat pelaku pasar saham, termasuk di Indonesia was-was. Bagaimana seharusnya investasi saham saat diterpa isu resesi?
Investor saham legendaris Indonesia, Lo Kheng Hong, menilai isu resesi ekonomi AS seharusnya tidak perlu membuat khawatir investor saham di dalam negeri. Dia beranggapan bahwa isu resesi merupakan sesuatu yang tidak pasti dan penuh misteri, jadi tidak bisa memprediksi pasar saham akan seperti apa.
ADVERTISEMENT
"Dulu 2008, katanya 10 tahunan mau resesi, jadi tahun 1998 saham turun, 2008 turun, 2018 juga akan turun. Ternyata tidak terbukti. Sekarang juga ada isu mau resesi tahun depan. Saya tidak peduli besok karena misteri," kata dia dalam talkshow di acara Capital Market Summit and Expo di JCC, Jakarta, Jumat (23/8).
Lo Kheng Hong di Acara Capital Market Summit and Expo di Jakarta Convention Center, Jakarta. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Dia justru beranggapan sebaliknya. Ketika saham-saham perusahaan emiten sedang turun lantaran tertekan isu resesi, seharusnya bisa menjadi kesempatan investor membeli banyak saham yang harganya rendah (undervalue). Lo mengibaratkan saham yang turun dan harganya murah sebagai diskon gratis yang harus dimanfaatkan secara baik.
"Sekarang juga ada isu resesi tahun depan, nanti jangan-jangan tidak terbukti lagi. Hari esok misteri, tidak ada yang bisa prediksi. Malah menurut saya kalau suku bunga turun, malah sangat bagus buat beli saham. Pandangan saya terbalik, kalau suku bunga turun, bisa mempersiapkan diri dalam situasi tidak menguntungkan. Kalau saham naik dari 600 perusahaan, itu mungkin bisa 6 yang bagus dan murah. Tapi kalau saham turun, jumlah yang bagus dan murah jadi meningkat bisa jadi 21 perusahaan," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Sementara Akademisi Keuangan dan Investasi Lukas Surya Atmaja mengatakan, ketika ada isu resesi ekonomi AS, yang harus disiapkan agar tetap bisa berinvestasi saham adalah tetap menyediakan uang cash. Jadi, tidak semua uang yang dimiliki dihabiskan untuk membeli saham. Uang ini bisa kita gunakan dalam keadaan buruk.
"Nah masalah berapa cash yang kita pegang itu tergantung pasar, itu bullish atau bearish. Ketika pasar naik, Anda harus tahu lepas karena kalau sudah tinggi, harus lepas dan jadikan cash. Sebaliknya, saat saham turun Anda beli. Apalagi di Asia sangat tinggi volatile-nya. Sebenarnya kalau kita atur timing-nya tahu kapan saham dilepas, Anda bisa dapat return bagus," ucapnya.