Tolak Sembako Kena PPN, Pedagang Pasar Mau Ngadu ke Jokowi

9 Juni 2021 11:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penjual sayur di Pasar Tradisional Pasar Minggu. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penjual sayur di Pasar Tradisional Pasar Minggu. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) memprotes rencana pemerintah menjadikan kebutuhan pokok atau sembako sebagai objek pajak. Ikappi berharap pemerintah membatalkan wacana masuknya sembako ke dalam barang yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, menguat rencana pemerintah memasukkan sembako ke dalam barang yang bakal dikenakan PPN. Wacana ini tertuang dalam perluasan objek pajak PPN dan diatur dalam revisi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Ketua Umum Ikappi, Abdullah Mansuri mengatakan, agar pemerintah bisa mempertimbangkan terlebih dahulu dampak pemberlakuan kebijakan tersebut. Pihaknya bakal mengambil langkah dengan menemui Presiden Jokowi untuk mengadukan masalah ini.
"Kami memprotes keras upaya tersebut, sebagai organisasi penghimpun pedagang pasar Indonesia. Kami akan melakukan upaya protes kepada Presiden agar kementerian terkait tidak melakukan upaya yang justru menyulitkan pedagang pasar," jelas Mansuri dalam keterangan tertulis, Rabu (9/6).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kanan) berdialog dengan pedagang telur ayam di Pasar Mayestik, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (11/5/2021). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Ia berharap pemerintah bisa mempertimbangkan banyak hal sebelum menggulirkan kebijakan tersebut. Apalagi keputusan ini dibuat di tengah pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Ikappi mencatat, saat ini pedagang pasar mengalami penurunan omzet lebih dari 50 persen. Di samping itu, pemerintah juga belum bisa menjaga stabilitas bahan pangan.
"Harga cabai bulan lalu hingga Rp 100 ribu, harga daging sapi belum stabil mau dibebani PPN lagi? Kami kesulitan karena ekonomi menurun dan daya beli rendah. Mau ditambah PPN lagi bagaimana tidak gulung tikar," pungkas Mansuri.