Tolak Skema Power Wheeling Masuk RUU EBT, Marwan Batubara Cs Kirim Petisi ke DPR

24 Januari 2023 18:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Neno Warisman (kiri) dan Marwan Barubara (kanan) saat menghadiri Seminar Bongkar Karut Marut DPT di Gedung Nusantara DPR RI, Jakarta, Selasa (26/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Neno Warisman (kiri) dan Marwan Barubara (kanan) saat menghadiri Seminar Bongkar Karut Marut DPT di Gedung Nusantara DPR RI, Jakarta, Selasa (26/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara, bersama sejumlah pengamat mengirimkan petisi kepada Komisi VII DPR untuk menolak skema power wheeling masuk dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBT).
ADVERTISEMENT
Marwan mengatakan, petisi dibuat karena skema power wheeling dinilai kurang tepat. Pasalnya, skema tersebut akan menimbulkan permasalahan baru pada sektor kelistrikan nasional.
Dia menjelaskan, jika skema power wheeling disahkan di dalam UU EBT, maka produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) bisa menjual listrik langsung ke masyarakat dengan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki dan dioperasikan PLN.
Hal ini menyalahi konstitusi Pasal 33 UUD 1945 yang tertuang dalam UU No.30/2009 tentang Ketenagalistrikan, penyediaan listrik untuk kepentingan umum dilakukan secara terintegrasi mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi dan penjualan diamanatkan dilakukan oleh PLN.
"Wewenang PLN ini merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945, bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara melalui BUMN," kata Marwan saat ditemui awak media di Gedung DPR, Selasa (24/1).
ADVERTISEMENT
Marwan pun memandang skema power wheeling akan merugikan negara sebab akan mengurangi kemampuan PLN bertahan dari kondisi kelebihan pasokan listrik, terutama di regional Jawa sebesar 50-60 persen dan Sumatera sebesar 40-50 persen.
Ilustrasi gardu listrik PLN. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Marwan melanjutkan, pemanfaatan jaringan PLN oleh IPP EBT melalui skema power wheeling juga akan menimbulkan masalah pada sisi konsumen, lantaran harga listrik EBT swasta akan lebih mahal dan dibebankan ke konsumen. Saat ini pun pemerintah belum memiliki pengaturan yang jelas terkait skema tarif yang akan diterapkan.
"Pemerintah sendiri belum jelas, jangan sampai nanti dengan tarif transmisi numpang lewat infrastruktur PLN, kemudian tarif itu tidak jelas, tidak ada dasar perhitungan yang ilmiah dan objektif," tuturnya.
Menurut Marwan, saat ini pasokan listrik berbasis EBT dari PLN pun telah cukup untuk memenuhi kebutuhan, sehingga tidak perlu peran swasta untuk menambah pasokannya. Jika swasta tetap membangun pembangkit berbasis EBT tentu akan menambah beban keuangan PLN, melihat kondisi berlebih pasokan listrik yang terjadi saat ini. Pasalnya, ada skema take or pay yang memaksa PLN membayar listrik yang tidak terpakai.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini pun akan meningkatkan Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik, sehingga untuk meringankan beban tersebut berujung pada kenaikan tarif listrik atau menambah beban APBN.
Selain itu, lanjut Marwan, skema tersebut sebelumnya telah dibatalkan di Mahkamah Konstitusi dari UU Ketenagalistrikan melalui Putusan No.001-021-022/2003. Selanjutnya melalui Putusan Nomor 111/PUU-XIII/2015 MK pun memutuskan bahwa pola unbundling dalam kelistrikan tidak sesuai dengan konstitusi, yaitu Pasal 33 UUD 1945.
Untuk itu, meski dalam naskah akhir RUU EBT yang dikirimkan Pemerintah skema power wheeling sudah tidak lagi tercantum dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), namun dalam pembahasan lanjutan RUU beberapa minggu ke depan, berkembang informasi bahwa skema power wheeling akan kembali dibahas dan masuk dalam UU EBT.
ADVERTISEMENT
"Hal ini menjadi perhatian masyarakat dan harus dicegah. Kami di sini hadir untuk mengawal agar skema power wheeling tidak kembali dibahas dan masuk dalam UU EBT," pungkasnya.

Petisi tersebut mengatasnamakan Warga Negara Indonesia yang diwakili oleh:

1. Dr. Marwan Batubara, Direktur Eksekutif IRESS.
2. Sofyano Zakaria - Pusat Studi Kebijakan Publik, Puskepi.
3. Ferdinan Hutahaean, Energy Watch Indonesia, EWI.
4. Defiyan Cori - Ekonom Konstitusi.
5. Salamuddin Daeng, Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, AEPI.
6. M. Kholid Syeirazi, Center for Energy Policy, CEP.
7. Abra Talattov - Peneliti INDEF
8. Tulus Abadi – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, YLKI.
9. Ali Achmudi Achyak - Center for Energy Security Studies, CESS.