Total Utang Pemerintah Nyaris Rp 8.000 T per Oktober 2023, Ini Rinciannya

30 November 2023 8:26 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers Devisa Hasil Ekspor di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers Devisa Hasil Ekspor di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Total utang pemerintah nyaris Rp 8.000 triliun per akhir Oktober 2023. Berdasarkan laporan APBN KiTa, total utang pemerintah mencapai Rp 7.950 triliun hingga 31 Oktober 2023 atau naik Rp 58,91 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 7.891 triliun.
ADVERTISEMENT
Total utang tersebut naik 7,14 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 7.420 triliun. Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan utang pemerintah masih dalam posisi aman.
"Jumlah utang pemerintah pada periode ini tercatat Rp 7.950,52 triliun dengan rasio utang terhadap PDB 37,68 persen," kata Sri Mulyani dalam Buku APBN KiTa, dikutip Rabu (29/11).
Sri Mulyani mengeklaim nilai rasio utang tersebut lebih rendah dibandingkan akhir tahun lalu dan masih di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Rasio ini juga masih lebih baik dari yang telah ditetapkan pada kisaran 40 persen dalam Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2023-2026.
Komposisi utang pemerintah per akhir Oktober 2023. Foto: Buku APBN Kita
Pengelolaan utang pemerintah yang disiplin mendukung asesmen lembaga pemeringkat kredit di 2023 yang tetap mempertahankan sovereign credit rating Indonesia pada level investment grade oleh S&P dan Fitch (BBB/Stable) dan R&I (BBB+/positive) di tengah dinamika perekonomian global saat ini.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah senantiasa mengelola utang secara cermat dan terukur dengan memperhatikan komposisi mata uang, suku bunga, serta jatuh tempo yang optimal. Selaras dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap, utang pemerintah secara mayoritas berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,78 persen," tuturnya.
Sementara berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai 88,66 persen. Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah panjang dan mengelola portofolio utang secara aktif. Per periode ini, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ ATM) di kisaran 8 tahun.
"Penerbitan SBN turut mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik, inklusi keuangan, serta peningkatan literasi keuangan masyarakat dari savings society menjadi investment society," jelasnya.
Ilustrasi Dolar-Rupiah Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Sejalan dengan hal tersebut, kepemilikan investor individu di SBN domestik terus meningkat mulai 2019 yang hanya mencapai 2,95 persen menjadi 7,46 persen pada periode ini.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, bagi lembaga keuangan, SBN berperan penting dalam memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan likuiditas, serta menjadi salah satu instrumen mitigasi risiko. Oleh sebab itu, bank merupakan pemegang SBN domestik terbesar, yang pada periode ini mencapai 29,18 persen. Kemudian, perusahaan asuransi dan dana pensiun dengan posisi kedua terbesar yang memiliki 18,49 persen.
Bank Indonesia (BI) memegang 17,20 persen SBN yang digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter. Investor asing hanya memiliki SBN domestik 14,68 persen termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing. Sementara, sisa kepemilikan SBN dipegang oleh institusi domestik lainnya untuk memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan keuangan institusi bersangkutan.
Selanjutnya, guna meningkatkan efisiensi pengelolaan utang jangka panjang, pemerintah terus berupaya mewujudkan pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid. "Salah satu strateginya melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond). Peranan transformasi digital dalam proses penerbitan dan penjualan SBN juga penting, proses penerbitan tersebut menjadi semakin efektif dan efisien, serta kredibel," pungkasnya.
ADVERTISEMENT