Total Utang Pemerintah Tembus Rp 7.733 T Selama 2022, Naik Rp 825 T Setahun

24 Januari 2023 11:33 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi uang rupiah Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang rupiah Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Total utang pemerintah selama tahun 2022 mencapai Rp 7.733,99 triliun, naik 11,9 persen atau Rp 825,12 triliun jika dibandingkan tahun sebelumnya Rp 6.908,87 triliun.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data APBN Kita, Selasa (24/1), total utang tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 6.846,89 triliun dan pinjaman Rp 887,10 triliun.
"Sampai dengan akhir Desember 2022, posisi utang pemerintah berada di angka Rp 7.733,99 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 39,57 persen," tulis keterangan APBN Kita.
Terdapat peningkatan dalam jumlah nominal dan rasio utang jika dibandingkan dengan bulan November 2022. Namun, rasio utang menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu (Desember 2021) yang sebesar 40,74 persen dari PDB.
Fluktuasi posisi utang pemerintah dipengaruhi oleh adanya transaksi pembiayaan berupa penerbitan dan pelunasan SBN, penarikan dan pelunasan pinjaman, serta perubahan nilai tukar. Meski demikian, pemerintah menilai utang saat ini masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,53 persen dari seluruh komposisi utang akhir Desember 2022. Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (rupiah), yaitu 70,75 persen.
"Langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri," tulis laporan tersebut.
Sementara itu, kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh Perbankan dan diikuti BI, sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57 persen, hingga akhir tahun 2021 tercatat 19,05 persen, dan per akhir Desember 2022 mencapai 14,36 persen.
"Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah yang konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup. Meski demikian, pemerintah akan terus mewaspadai berbagai risiko yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing seperti pengetatan likuiditas global dan dinamika kebijakan moneter negara maju," tulisnya.
ADVERTISEMENT