Trading Forex Tak Boleh Asal Ikut-ikutan, Cek Legalitas hingga Transaksinya

20 Agustus 2021 20:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Trading Forex. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Trading Forex. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Berinvestasi atau trading di forex bisa menjadi pilihan untuk mendapatkan keuntungan. Namun, jika ingin berkecimpung di forex tidak boleh sembarangan, jangan hanya ikut-ikutan saja atau Fear of Missing Out (Fomo).
ADVERTISEMENT
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengungkapkan masyarakat yang mau trading di forex harus melihat legalitas platform investasinya. Pelajari secara detail mengenai mekanisme transaksinya.
"Jika ada mekanisme yang janggal, mulai dari rekrutmen anggota, kemudian fee yang tidak wajar, sampai jenis transaksi menyerupai skema ponzi dan transaksi tanpa aset yang riil. Penawaran keuntungan yang bombastis, tidak rasional juga salah satu tanda perusahaan bermasalah," kata Bhima saat dihubungi, Jumat (20/8).
Legalitas memang menjadi salah satu persoalan di trading forex. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah memblokir ratusan platform tidak berizin sejak Januari 2021 sampai Juli 2021.
Bhima mencontohkan, misalnya ada platform yang menawarkan keuntungan 40 persen, padahal deposito hanya 5 persen bunganya. Sementara reksadana saham bervariasi antara 10 sampai 14 persen per tahunnya.
ADVERTISEMENT
"Artinya ada keuntungan abnormal yang ditawarkan. Di situ investor pemula harus mulai curiga dan menghindari bahkan disarankan melapor kepada pihak regulator OJK khususnya satgas waspada investasi maupun Bappebti," ujar Bhima.
Ilustrasi Trading Forex. Foto: Shutter Stock
Bhima menganggap platform investasi seperti Binomo yang sudah diblokir Bappebti sifatnya memang spekulatif. Sebab, bukan berdasarkan pada perdagangan aset yang memiliki underyling.
"adi jelas-jelas mirip tebak-tebakan arah saja, harga naik atau turun. Padahal bukan jual beli valas seperti futures trading yang resmi. Pasti iming-iming keuntungannya tinggi untuk menarik investor baru. Padahal risiko kerugiannya jauh lebih tinggi lagi," ujarnya.
"Beda misalnya dengan investasi di pasar saham, kita beli sahamnya dan ketika harga jatuh masih ada bukti kepemilikan sahamnya, itu yang disebut punya underlying aset," tambahnya.
ADVERTISEMENT