Tren PHK Meningkat di Tengah Pertumbuhan Tabungan Korporasi

30 September 2024 18:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah buruh berjalan pulang di salah satu pabrik di Kota Tangerang, Jumat (17/11/2023). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah buruh berjalan pulang di salah satu pabrik di Kota Tangerang, Jumat (17/11/2023). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengungkapkan ada 53 ribu orang tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Padahal, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat, terjadi tren kenaikan tabungan di atas Rp 5 miliar milik korporasi.
ADVERTISEMENT
Purbaya menjelaskan, korporasi masih memiliki likuiditas yang kuat, yang seharusnya dapat menjaga stabilitas ekonomi dan mencegah terjadinya PHK besar-besaran.
“Korporasi kita mendominasi tingkat dana pihak ketiga, terutama di giro, dan simpanan mereka tumbuh dengan cukup cepat,” kata Purbaya kepada awak media di Kantor Pusat LPS, Senin (30/9).
Secara rinci, tabungan di atas Rp 5 miliar tumbuh sebesar 9 persen pada bulan Agustus 2024. “Sedikit melambat dibandingkan Juli, namun masih lebih cepat dibandingkan tahun lalu," imbuhnya.
Menurutnya, pertumbuhan tabungan korporasi ini tetap signifikan dan menunjukkan bahwa ekonomi korporasi masih stabil. Dia juga menyinggung peningkatan tabungan untuk kategori di bawah Rp 2 miliar yang juga mengalami pertumbuhan sebesar 4,95 persen pada Agustus 2024, naik dibandingkan Juli dan tahun sebelumnya. Hal ini, menunjukkan adanya perbaikan ekonomi secara perlahan di level bawah.
ADVERTISEMENT
Namun, ia menekankan bahwa peningkatan PHK yang terjadi di beberapa sektor tidak serta merta mencerminkan situasi ekonomi yang buruk secara keseluruhan.
"Walaupun ada laporan PHK, kita juga harus melihat berapa banyak perusahaan yang melakukan perekrutan. Jika dilihat secara bersih, mungkin tingkat pengangguran sebenarnya tidak mengalami kenaikan signifikan," ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS, Lana Soelistianingsih mengatakan, salah satu alasan utama meningkatnya tren PHK adalah peningkatan penggunaan teknologi yang mengarah pada efisiensi dalam proses bisnis.
"Dengan proses bisnis yang berbasis teknologi, perusahaan mulai melihat produktivitas dan melakukan penyesuaian," jelasnya.
Menurutnya, teknologi memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan efisiensi, yang pada akhirnya dapat mengurangi kebutuhan tenaga kerja di sektor-sektor tertentu.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Lana juga menyoroti perubahan pola konsumsi masyarakat yang turut berkontribusi pada dinamika ini. Ia mencontohkan bahwa masyarakat saat ini cenderung suka membeli barang-barang baru, seperti ponsel, hingga melakukan kegiatan leisure, seperti hangout di cafe.
ADVERTISEMENT
"Perubahan dari konsumsi rumah tangga ini terlihat jelas, dan perusahaan harus melakukan penyesuaian terhadap pola konsumsi yang baru ini," kata Lana.
Selain faktor teknologi dan perubahan pola konsumsi, Lana juga menyoroti pengaruh siklus ekonomi terhadap fenomena PHK. Ia memperkirakan bahwa mendekati akhir tahun, angka PHK bisa menurun karena adanya peningkatan permintaan di sektor-sektor tertentu, terutama di sektor jasa yang mengalami peningkatan aktivitas selama musim liburan.
"Saat musim liburan, konsumsi masyarakat meningkat, dan sektor jasa biasanya akan menyerap tenaga kerja lebih banyak," katanya.
Sebelumnya, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial Kemnaker, Indah Anggoro Putri menjelaskan ada sebanyak 52.993 tenaga kerja terdampak PHK sepanjang Januari hingga 26 September 2024.
“Total PHK per 26 September 2024 (sebanyak) 52.993 tenaga kerja,” tutur Indah kepada kumparan, Minggu (29/9).
ADVERTISEMENT
Dari data tersebut, Jawa Tengah (Jateng) menempati posisi pertama provinsi dengan kasus PHK terbanyak, lalu disusul Banten, dan terakhir DKI Jakarta.
“Tiga Provinsi PHK terbesar (meliputi) satu Jawa Tengah 14.767 (tenaga kerja), dua Banten 9.114 (tenaga kerja), ketiga DKI Jakarta (sebanyak) 7.469 (tenaga kerja),” terang Indah.
Selanjutnya dari sisi sektor, Indah menuturkan, industri pengolahan masih menjadi sektor dengan kasus PHK tertinggi tahun ini, yaitu sebanyak 24.013 tenaga kerja. Disusul oleh sektor aktivitas jasa lainnya sebanyak 12.853 tenaga kerja dan pertanian, kehutanan, perikanan sebanyak 3.997 tenaga kerja.