Tren Suku Bunga Tinggi, Bagaimana Proyeksi Penerbitan Green Bond PGE?

2 Mei 2023 11:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PLTP Kamojang yang dioperasikan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Foto: Dok PGE
zoom-in-whitePerbesar
PLTP Kamojang yang dioperasikan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Foto: Dok PGE
ADVERTISEMENT
Kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) hingga imbal hasil (yield) obligasi surat utang pemerintah AS atau US Treasury dinilai akan berpengaruh pada penerbitan surat utang Indonesia. Termasuk penerbitan surat utang luar negeri berwawasan hijau atau green bond PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) atau PGE.
ADVERTISEMENT
PGE pada 28 April 2023 menerbitkan surat utang luar negeri senilai SD 400 juta atau sekitar Rp 5,88 triliun (asumsi kurs Rp 14.706 per dolar AS), dengan kupon 5,15 persen per tahun yang jatuh tempo pada tahun 2028. Dana ini akan digunakan untuk membayar utang kembali (refinancing) dengan besaran yang sama dengan nilai emisi obligasi.
Assistant Vice President Fixed Income RHB Sekuritas, Adra Wijasena, mengatakan tren kenaikan suku bunga global mengharuskan perseroan memasang kupon obligasi lebih tinggi. Sehingga PGE harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar kupon.
Adra menuturkan, total biaya bunga (cost of fund) yang dikeluarkan perseroan juga akan semakin tinggi. Di sisi lain, US Treasury yang menjadi benchmark penerbitan global bond juga tengah memasuki tren kenaikan bunga pada saat ini.
ADVERTISEMENT
Mengacu pada yield obligasi INDON28 (maturity April 2028) dengan peringkat BBB, kupon yang ditawarkan sekitar 4,45 persen. “Karena ratingnya lebih rendah, wajar kalau perseroan harus tawarkan kupon lebih tinggi yaitu 5,15 persen karena risiko investasinya juga sangat tinggi,” ujar Adra dalam keterangannya, Selasa (2/5).
Adra juga mengingatkan terdapat sejumlah risiko yang harus dihadapi perseroan dalam penerbitan surat utang luar negeri ini. Pertama, risiko likuiditas, di mana bank sentral global saat ini tengah pada fase pengetatan (tightening).
Selain itu, ia khawatir jika penyerapan obligasi yang ditawarkan PGEO tidak berjalan optimal. “Dengan rating BBB- dan kondisi global yang seperti ini takutnya investor bersikap risk averse. Jadi menghindari dulu obligasi-obligasi yang rating-nya rendah,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan terpisah, CEO Finvesol Consulting, Fendy Susianto, mengatakan kenaikan kupon/bunga pinjaman yang diraih PGEO akan berdampak pada cost of equity capital, yaitu tingkat pengembalian yang diinginkan oleh penyedia dana, baik investor maupun kreditur dan berkaitan dengan risiko investasi atas saham perseroan.
“Jadi cost of equity naik dan ini akan berisiko penurunan harga saham, kecuali kalau pada restructuring atau refinancing ini dapat bunga yang lebih bagus,” kata dia.
Melihat kondisi saat ini, Fendy melihat emiten yang berbisnis panas bumi tersebut dapat mendapatkan kupon obligasi lebih rendah dari bunga pinjaman sebelumnya. Ia pun mengacu pada kondisi ekonomi global, di mana suku bunga Bank Sentral AS alias the Fed telah naik secara agresif beberapa tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
“Belum kalau investornya men-consider kenaikan suku bunga lagi, jadi kupon obligasi mungkin bisa lebih tinggi,” paparnya.
Fendy menyebut, perseroan harus melakukan sebuah aksi korporasi untuk menutupi utangnya. “Potensi calls refinancing mesti dilakukan sekalipun jadi sentimen buruk bagi pelaku pasar. Dari sisi likuiditas, kebijakan ini harus diambil. Tapi dari sisi performance, perbandingan kupon obligasi dengan bunga pinjaman yang lama pasti akan memburuk, karena biayanya lebih tinggi, interest expand-nya lebih besar," tutur dia.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo) yang juga Tim Ahli Menteri Investasi, Anggawira, mengatakan penerbitan green bond ini merupakan langkah positif. "Kita tahu kebutuhan investasi di panas bumi itu cukup mahal, sehingga green bond ini adalah solusi yang cerdas dan layak diapresiasi bagi perusahaan," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Anggawira menilai, langkah penerbitan green bond tersebut menjadi terobosan karena PGE menjadi anak usaha pertama dari PT Pertamina Tbk yang menerbitkan green bond secara global. Anggawira optimistis bahwa langkah penerbitan green bond ini bakal mendapat sambutan bagus dari investor global.
"Saat ini tren pemenuhan energi di dunia telah mulai beranjak menuju penggunaan jenis-jenis sumber energi baru terbarukan (EBT) dan berkelanjutan. Jadi saya rasa ini terobosan yang sangat bagus," jelasnya.