Trump Perintahkan Investigasi Tarif Baru untuk Impor Mineral AS

16 April 2025 16:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Donald Trump. Foto: Mandel Ngan/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Donald Trump. Foto: Mandel Ngan/AFP
ADVERTISEMENT
Presiden AS Donald Trump pada Selasa (15/4) memerintahkan investigasi untuk kemungkinan penerapan tarif baru atas semua impor mineral.
ADVERTISEMENT
Langkah ini merupakan eskalasi besar di tengah perselisihannya dengan mitra dagang global, serta upaya menekan dominasi China dalam industri ini.
Perintah tersebut menyoroti kekhawatiran lama dari kalangan manufaktur, konsultan industri, dan akademisi: bahwa AS terlalu bergantung pada China dan negara lain untuk pasokan mineral olahan yang menopang seluruh perekonomian Amerika.
China tercatat sebagai produsen utama dari 30 dari total 50 mineral kritis versi US Geological Survey. Dalam beberapa bulan terakhir, Beijing telah membatasi ekspor mineral tersebut.
Trump menandatangani perintah kepada Menteri Perdagangan Howard Lutnick untuk memulai tinjauan keamanan nasional di bawah Section 232 dari Trade Expansion Act 1962, aturan yang sebelumnya ia gunakan untuk mengenakan tarif 25 persen atas impor baja dan aluminium, dan baru-baru ini untuk menyelidiki potensi tarif tembaga.
ADVERTISEMENT
Trump menyatakan bahwa ketergantungan AS terhadap impor mineral menimbulkan risiko terhadap keamanan nasional, kesiapan pertahanan, stabilitas harga, dan ketahanan ekonomi.
Dalam waktu 180 hari, Lutnick harus melaporkan hasil investigasi kepada presiden, termasuk rekomendasi apakah tarif baru perlu diberlakukan. Jika ya, tarif ini akan menggantikan tarif "resiprokal" yang diberlakukan Trump awal bulan ini.
Ilustrasi pengeboran minyak lepas pantai (offshore). Foto: curraheeshutter/Shutterstock
Investigasi akan mencakup seluruh rantai pasok mineral kritis—termasuk kobalt, nikel, 17 unsur tanah jarang (*rare earth*), hingga uranium. AS ingin menilai kerentanannya terhadap pasar global dan mencari cara memperkuat pasokan dan daur ulang dalam negeri.
Saat ini, AS hanya menambang dan memproses sedikit litium, memiliki satu tambang nikel tanpa fasilitas peleburan, dan tidak punya tambang atau pabrik pengolahan kobalt. Meski ada beberapa tambang tembaga, hanya dua pabrik peleburan tersedia di AS, sisanya bergantung pada negara lain.
ADVERTISEMENT
Beberapa negara mitra seperti Australia bisa mendapat keuntungan dari pengecualian tarif, mengingat statusnya sebagai pemasok terpercaya. CEO Minerals Council of Australia, Tania Constable, menyebut investigasi ini sebagai peluang untuk memperkuat hubungan dagang strategis dengan AS.
Produsen tanah jarang asal Australia, Australian Strategic Materials (ASM), yang mendapat dukungan dana dari pemerintah AS, menyambut baik upaya membentuk rantai pasok alternatif dari dominasi China. CEO ASM, Rowena Smith, mengatakan pihaknya siap mereplikasi fasilitas pengolahan di Korea untuk dibangun juga di AS.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi Trump untuk mempercepat pengembangan tambang dan fasilitas pengolahan mineral dalam negeri. Namun, pembangunan tambang baru bisa memakan waktu bertahun-tahun, menimbulkan kekhawatiran soal pasokan jika tarif diberlakukan secara luas.
ADVERTISEMENT
Presiden Donald Trump. Foto: Mandel Ngan/AFP
“AS membeli mineral dari China karena memang tidak ada pasokan alternatif,” kata Gracelin Baskaran, Direktur Program Keamanan Mineral Kritis di Center for Strategic and International Studies.
Sebelumnya, China juga membalas tarif Trump dengan membatasi ekspor tanah jarang, memperburuk kecemasan AS. Padahal, tanah jarang sangat penting untuk sektor pertahanan, kendaraan listrik, energi, dan elektronik. Saat ini, AS hanya punya satu tambang tanah jarang, dan mayoritas pengolahannya tetap dilakukan di China.
Gedung Putih mengatakan Trump juga tengah menutup celah-celah dalam skema tarif yang bisa dimanfaatkan negara lain. Pasalnya, rantai pasok mineral kritis melibatkan banyak negara.
“Kebijakan yang efektif harus mempertimbangkan seluruh rantai pasok agar tercipta persaingan yang adil di pasar global,” kata Abigail Hunter, Direktur Eksekutif SAFE’s Center for Critical Minerals Strategy.
ADVERTISEMENT