Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, PHE Siap Eksplorasi Migas Lebih Agresif
12 Februari 2025 10:21 WIB
·
waktu baca 2 menit![Direktur Eksplorasi PHE, Muharram Jaya Panguriseng memberikan penjelasan hasil pengeboran pada acara Media Outbond Pertamina Hulu Energi (PHE) di Gunung Puntang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (29/8/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01j6fg3haz78t51dtm824q5kx6.jpg)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hal ini juga seiring dengan komitmen Amerika Serikat (AS) melanjutkan penggunaan energi fosil lebih masif, setelah Presiden AS Donald Trump keluar dari Perjanjian Paris terkait komitmen penurunan emisi karbon.
Direktur Eksplorasi PHE Muharram Jaya Panguriseng menyebutkan alih-alih berkomitmen pada energi bersih, Trump kini menggaungkan pengeboran migas dengan jargon terkenalnya, drill, baby, drill.
"Ketika orang ingin mengatakan tinggalkan energi fosil, Trump malah ngomong drill baby, drill. Itu menarik sekali," katanya saat Media Gathering PHE 2025, dikutip Rabu (12/2).
Muharram menilai, posisi Indonesia sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto sudah benar, yakni fokus mengembangkan energi hijau, namun juga tidak meninggalkan energi fosil.
"Kita tidak 100 persen ada energi hijau, tidak 100 persen fosil, tetapi kita upayakan yang bisa kita lakukan, tetapi tetap kebutuhan energi untuk pembangunan itu dilakukan," tutur dia.
ADVERTISEMENT
Sebab, menurutnya, tidak adil bagi Indonesia berkomitmen penuh pada Perjanjian Paris, sementara negara maju saja masih aktif menggunakan energi fosil, termasuk pengeboran migas.
Dengan demikian, dia menyebutkan PHE akan menyikapinya dengan mencari sumber migas yang lebih agresif, untuk mendukung visi Indonesia Emas di tahun 2045, apalagi mencapai target swasembada energi yang dicanangkan Prabowo.
"Oleh sebab itu, ketika protokol Paris itu sering digaungkan, saya terus terang punya program sendiri yang bertolak belakang dari itu, yaitu agresivitas dari pengeboran eksplorasi di PHE," ungkap Muharram.
Pasalnya, Muharram mengatakan meskipun sudah menargetkan Net Zero Emission di tahun 2060, Indonesia tidak bisa semata-mata mengandalkan energi baru terbarukan (EBT) untuk memenuhi konsumsi energi nasional.
Dia mencatat Indonesia membutuhkan energi primer sekitar 1.000 megaton minyak ekuivalen (MTOE) di tahun 2060, di mana hanya 31 persen saja yang bisa dipenuhi oleh EBT, sementara sisanya yakni 20 persen oleh minyak, 24 persen gas, dan 25 persen batu bara.
ADVERTISEMENT
"Renewable nanti saat itu akan mampu memenuhi 310 Megaton Oil Equivalent, tetapi sayangnya kebutuhan kita telah naik menjadi 1.000 Megaton Oil Equivalent, sehingga nggak mungkin kita hanya akan memenuhi dari energi renewable," pungkas Muharram.