UE Akan Berlakukan Aturan Diskriminasi Kelapa Sawit RI Mulai Mei 2019

12 April 2019 20:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Kelapa Sawit Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kelapa Sawit Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Pemerintah memastikan rencana Komisi Uni Eropa (UE) yang mengklasifikasikan kelapa sawit sebagai bahan bakar yang tak berkelanjutan dan tak ramah lingkungan atau Delegated Act, akan tetap berlaku otomatis pada bulan depan atau 12 Mei 2019.
ADVERTISEMENT
Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, Parlemen UE akan menjalankan silent procedure terkait rencana tersebut. Artinya, keputusan Delegated Act akan langsung diberlakukan bulan depan, meskipun tanpa pembahasan terlebih dulu dengan Komisi UE.
"Yang perlu disampaikan bahwa keputusan RED II Delegated Act paling lama dua bulan akan terbit. Bahkan bisa terjadi keputusan itu melalui prosedur silent procedur. Apa itu? Dia enggak bahas, tapi setelah dua bulan berlaku," ujar Darmin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (12/3).
Adapun sejak 12 Mei 2019 hingga 2023, Komisi UE hanya akan memberikan batas maksimum penggunaan kelapa sawit sebesar konsumsi tahun ini. Baru kemudian pada 2024 hingga 2030, penggunaan kelapa sawit dibatasi hingga nol persen.
ADVERTISEMENT
Namun Darmin memastikan, pemerintah akan tetap menempuh jalur hukum ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 12 Mei mendatang. Saat ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga telah menyiapkan dokumen untuk hal tersebut.
Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam acara penandatanganan kerja sama BUMN di IMF-WBG 2018, Kamis (11/10/2018). Foto: Helmi Afandi/kumparan
"Tentu saja. Kami sudah siapkan, barangkali info tambahan mengenai file membawa litigasi itu di pemerintah kita di Kemendag. Setahu saya konsultasi mereka sudah dilakukan," kata dia.
Adapun Komisi UE akan mengkaji kembali keputusannya tersebut pada 2021. Nah, nantinya kesempatan itu akan digunakan pemerintah untuk melobi agar kelapa sawit bisa masuk kategori berisiko rendah (low risk).
"Kalau berjalan yang bisa berubah bukan regulasinya, yang berubah statusnya CPO bisa beda, bisa berubah dari high risk menjadi bukan high risk. Tapi itu review dari semua komunikasi dan kunjungan, itu baru akan dilakukan pada tahap akhir 2021," ujarnya.
ADVERTISEMENT