UMKM Butuh Pembiayaan Rp 3.800 T di 2024, Sektor Keuangan Hanya Biayai 42 Persen

26 Maret 2024 18:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Foto: Dok. BRI
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Foto: Dok. BRI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan gap antara kebutuhan dan penyaluran pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) akan semakin tinggi.
ADVERTISEMENT
Direktur Pengaturan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Irfan Sitanggang, mengatakan pihaknya mengakui kebutuhan pembiayaan untuk UMKM belum dapat dipenuhi secara maksimal.
“Kebutuhan pembiayaan bagi UMKM ini masih belum bisa dipenuhi, ada gap yang sangat besar yang lebih dari separuh itu belum bisa dipenuhi oleh sektor keuangan,” kata Irfan dalam acara Seminar UMKM Investortrust di Jakarta Pusat pada Selasa (25/3).
Irfan memproyeksikan kebutuhan pembiayaan untuk UMKM tahun ini mencapai Rp 3.800 triliun, namun sektor keuangan hanya mampu menyalurkan dana sebesar Rp 1.600 triliun atau sekitar 42,1 persen. Sehingga masih ada gap sebesar Rp 2.100 triliun.
“Sebagai contoh ada Rp 3.800 triliun yang dibutuhkan, tapi yang dipenuhi baru Rp 1.600 triliun saja, masih ada yang belum dipenuhi sebesar Rp 2.100 triliun,” imbuh Irfan.
ADVERTISEMENT
Dalam paparan Irfan, gap antara penyaluran dan kebutuhan pembiayaan UMKM ini diproyeksi akan bertambah pada 2025 menjadi Rp 2.300 triliun. Meskipun penyaluran juga bertambah jadi Rp 1.700 triliun. Akan tetapi, kebutuhan juga ikut terkerek, jadi Rp 4.000 triliun.
Hal ini juga terjadi pada 2026, gap antara kebutuhan pembiayaan dan penyaluran diproyeksi menjadi Rp 2.400 triliun, lantaran kebutuhan mencapai Rp 4.300 triliun, sedangkan pemenuhan atau penyaluran hanya Rp 1.900 triliun.
“Masih banyak potensi (kebutuhan UMKM) yang belum bisa dipenuhi oleh sektor jasa keuangan,” tutur Irfan.
Lebih lanjut Irfan menjelaskan saat ini ada sebanyak 101 platform jasa keuangan di Indonesia. Tujuh di antaranya berbasis syariah dengan total aset sebesar Rp 7,03 triliun yang terdiri dari aset penyelenggara konvensional Rp 6,86 triliun dan aset penyelenggara syariah Rp 166,86 miliar.
ADVERTISEMENT
“Dan ada 3,7 juta rekening aktif penerimaan pendanaan dari UMKM, 3,74 juta di antara penerima kategori penerima perseorangan dan hanya 3.871 UMKM kategori badan usaha,” terang Irfan.
Dalam paparan Irfan disebutkan, secara nilai oustanding, penerima UMKM merupakan 33,65 persen dari total outstanding Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) agregat.
Sebelumnya, Kementerian BUMN membeberkan pemerintah memiliki anggaran yang berlimpah bakal pembiayaan untuk pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Hanya saja kini terbentur aturan.
Staf Ahli Bidang Keuangan Dan Pengembangan UMKM Kementerian BUMN, Loto Srinaita Ginting mengatakan berdasarkan aturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyalur pembiayaan pelat merah diharuskan untuk menjaga kualitas kredit.
Hal ini lah yang menurutnya, membuat gelontoran dana kredit tidak tersalurkan dengan jumlah yang maksimal.
ADVERTISEMENT
“Kalau ditanya apakah sebenarnya UMKM ini kekurangan akses pembiayaan, sebenarnya ada dana berlimpah ingin disalurkan kepada UMKM. Namun, sesuai dengan mungkin aturan regulator OJK tentunya ada kualitas kredit harus dijaga dalam porsi porsi tertentu,” jelas Loto dalam acara Seminar UMKM Investortrust di Jakarta Pusat pada Selasa (25/3).
Sehingga, lanjut Loto, penyalur pembiayaan tidak akan sembarang menyalurkan kredit dengan prinsip kehati-hatian dan mengukur kemampuan UMKM dalam membayar kredit tersebut.