UMKM yang Produknya Belum Bersertifikat Halal Bisa Kena Denda Maksimal Rp 2 M

10 Februari 2024 19:40 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang melintas di deretan warung kaki lima yang tutup menyusul sepinya pengunjung akibat pandemi COVID-19 di Jakarta, Kamis (2/4). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Seorang melintas di deretan warung kaki lima yang tutup menyusul sepinya pengunjung akibat pandemi COVID-19 di Jakarta, Kamis (2/4). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah mulai menerapkan mandatori halal untuk setiap produk makanan dan minuman di Indonesia pada 17 Oktober 2024, termasuk produk UMKM. Produk yang tidak bersertifikat halal melebihi tenggat waktu akan dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
ADVERTISEMENT
Adapun akumulasi produk bersertifikat halal yang sudah dicapai sejak 2019 sampai saat ini baru mencapai 3 juta, dari target 10 juta yang harus diselesaikan pemerintah tahun ini sebelum sanksi dikenakan mulai 18 Oktober 2024.
"Makannya kita memang harus gerak cepat. Mandatorinya kan seperti itu, semua produk makanan minuman sampai 17 Oktober 2024 itu harus bersertifikat halal. Setelah itu otomatis berlaku PP 39-nya," kata Asisten Deputi Bidang Perlindungan dan Kemudahan Usaha Mikro Kemenkop UKM Muhammad Firdaus kepada kumparan, Jumat (10/2).
Pasal 149 PP 39/2021 ayat (2) menyebutkan sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada pelaku usaha, yakni berupa peringatan tertulis, denda administratif, pencabutan sertifikat halal, dan/atau penarikan barang dari peredaran.
"Dalam hal penetapan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah)," tulis Pasal 149 ayat (6) beleid tersebut.
ADVERTISEMENT
Biaya Pembuatan Sertifikat Halal
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag), Siti Aminah menjelaskan ketentuan biaya yang harus dikeluarkan pedagang untuk mendapatkan sertifikat produk halal. Bila itu pelaku usaha mikro kecil, mereka bisa mengajukan self declare sertifikat produk halal Rp 230.000 per pelaku usaha.
"Dan itu biayanya yang dibebankan ke negara. Jadi pelaku usaha gratis," kata Siti.
Sementara, untuk pelaku usaha mikro kecil yang masuk kategori reguler, dikenakan Rp 650.000. Tapi ada biaya tambahan seperti ongkos transportasi sehingga biayanya berkisar Rp 1,5 juta sampai Rp 3 juta. Pelaku usaha mikro kecil kategori reguler ini adalah mereka yang punya produk risiko tinggi seperti bakso, di mana jaminan kehalalan produk juga dilihat dari proses penyembelihan sapi untuk menyuplai bahan baku bakso.
ADVERTISEMENT
Kemudian, biaya pengajuan sertifikat produk halal untuk pelaku usaha menengah besar dan luar negeri adalah sebesar Rp 12,5 juta.
Adapun pelayanan penerbitan sertifikat halal gratis pemerintah ini bernama program layanan fasilitasi sertifikasi halal gratis (SEHATI) oleh BPJPH Kementerian Agama. Layanan pemberian sertifikasi halal gratis melalui mekanisme self declare ini diberikan untuk pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).
Untuk melakukan pendaftaran program SEHATI, pelaku usaha dapat mengakses laman ptsp.halal.go.id.
Berikut daftar persyaratan sertifikasi halal gratis bagi pelaku usaha kecil kategori self-declare:
1. Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya
2. Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana
3. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp 500 juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri dan memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp 2 miliar rupiah
ADVERTISEMENT
4. Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB)
5. Memiliki lokasi, tempat, dan alat proses produk halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal
6. Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT), Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari tujuh hari atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait
7. Memiliki outlet dan/atau fasilitas produksi paling banyak 1 lokasi
8. Secara aktif telah berproduksi satu tahun sebelum permohonan sertifikasi halal
9. Produk yang dihasilkan berupa barang (bukan jasa atau usaha restoran, kantin, catering, dan kedai/rumah/warung makan)
10. Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya. Dibuktikan dengan sertifikat halal, atau termasuk dalam daftar bahan sesuai Keptusan Menteri Agama Nomor 1360 Tahun 2021 tentang Bahan yang dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal
ADVERTISEMENT
11. Tidak menggunakan bahan yang berbahaya
12. Telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal
13. Jenis produk/kelompok produk yang disertifikasi halal tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan/rumah potong unggas yang sudah bersertifikasi halal
14. Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomatis (usaha rumahan bukan usaha pabrik)
15. Proses pengawetan produk yang dihasilkan tidak menggunakan teknik radiasi, rekayasa genetika, penggunaan ozon (ozonisasi), dan kombinasi beberapa metode pengawetan (teknologi hurdle)
16. Melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan pelaku usaha secara online melalui SIHALAL dengan mengakses ptsp.halal.go.id