Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
UMP 2025 Naik 6,5 Persen, Pengusaha Wanti-wanti Gelombang PHK
30 November 2024 13:05 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, memandang kenaikan UMP yang cukup signifikan ini akan berdampak langsung pada peningkatan beban operasional sektor usaha, utamanya biaya tenaga kerja, khususnya di sektor padat karya.
Sehingga, Shinta mengkhawatirkan kenaikan upah untuk tahun depan itu dapat memicu tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK ). Terlebih, saat ini kondisi ekonomi nasional masih menghadapi tantangan global dan tekanan domestik.
“Kenaikan ini berisiko meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional. Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang PHK serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” kata Shinta melalui keterangan tertulis, Sabtu (30/11).
Shinta mengungkapkan pengusaha kini sedang menunggu penjelasan pemerintah terkait dasar perhitungan yang digunakan untuk menentukan kenaikan UMP sebesar 6,5 persen tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, saat ini belum ada penjelasan komprehensif apakah metodologi penghitungan tersebut telah memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha, dan kondisi ekonomi aktual.
“Metodologi penghitungan tersebut penting, agar kebijakan yang diambil mencerminkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha. Penjelasan penetapan UMP 2025 ini juga diperlukan bagi dunia usaha untuk mengambil sikap ke depan terhadap ketidakpastian kebijakan pengupahan yang masih terus berlanjut,” ujar Shinta.
“Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan UMP ini serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” tambahnya.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, memandang ketidakmampuan pengusaha dalam menanggung kenaikan ongkos tenaga kerja juga dapat berdampak pada tertundanya investasi.
ADVERTISEMENT
“Jika perusahaan tidak mampu menanggung kenaikan biaya tenaga kerja, maka keputusan rasional terhadap penghitungan usaha akan dapat terjadi ke depan, yaitu penundaan investasi baru dan perluasan usaha, efisiensi besar-besaran yang dapat berdampak pada pengurangan tenaga kerja, atau keluarnya usaha dari sektor industri tertentu,” tutur Bob.
Bob menilai pemerintah tidak menghiraukan masukan dunia usaha dalam penetapan kebijakan ini. Padahal, kata Bob, Apindo telah memberikan masukan yang komprehensif dan berbasis data mengenai fakta ekonomi, daya saing usaha, serta produktivitas tenaga kerja.
“Namun, masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi nampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan,” tutupnya.
Pengusaha Elektronik Khawatir UMP 2025 Bikin Investasi Susah Masuk
ADVERTISEMENT
“Sekarang kenaikan UMP 6,5 persen. Sulit bagi kami untuk mengomentari lebih lanjut. Yang pasti, potensi masuknya investasi akan terganggu, utilisasi produsen dalam negeri akan turun,” kata Daniel kepada kumparan, Sabtu (30/11).
Menurutnya, kondisi tersebut membebani pengusaha elektronik. Apalagi masalah serbuan barang impor, khususnya dari Tiongkok, saja masih belum beres.
“Lalu tentang PPN 12 persen, middle-class yang turun sehingga pasar elektronika juga lesu,” ujarnya.
Daniel mengungkapkan, masalah tersebut sebetulnya dapat dikurangi dampak negatifnya apabila pemerintah gerak cepat membendung gempuran produk impor dan lebih tegas untuk mendorong penggunaan produk-produk dalam negeri.
Daniel pun tidak dapat berkomentar banyak terkait naiknya UMP di 2025 yang ideal bagi pengusaha elektronik. Ia minta agar pemerintah bisa memberikan penjelasan dasar dalam perhitungannya.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak bisa jawab. Justru kami ingin pemerintah memberikan penjelasan dasar perhitungannya,” katanya.
Begitu juga dengan potensi adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Daniel tidak memberikan komentar.