Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pemerintah akhirnya menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP ) sebesar 8,51 persen di tahun depan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kenaikan di tahun ini yang hanya 8,03 persen.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, UMP yang meningkat di tengah perlambatan ekonomi bisa berdampak pada penurunan daya saing. Bahkan harga produk-produk Indonesia bisa lebih mahal dan kalah saing dengan negara lain.
“UMP naik sebenarnya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama situasi saat ini bisa dibilang ekonomi tengah kontraksi, sehingga kalau UMP naik, harga produk kita akan lebih tinggi, akibatnya daya saing bisa turun,” ujar Tauhid di Hotel Westin, Jakarta, Kamis (17/10).
Peringkat daya saing Indonesia dalam laporan Global Competitiveness Index (GCI) 2019 yang dirilis World Economic Forum (WEF) turun ke posisi 50, dari posisi 45 pada tahun lalu. Tak hanya penurunan peringkat, skor daya saing Indonesia juga turun meski tipis 0,3 poin ke posisi 64,6.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan daftar tersebut, Indonesia juga makin tertinggal jauh dari Singapura yang menempati posisi pertama. Demikian pula dari Malaysia dan Thailand yang sebenarnya juga turun masing-masing dua peringkat tetapi mash di posisi 27 dan 40.
Agar daya saing tak semakin merosot, Tauhid menyarankan kenaikan UMP seharusnya tak dipatok di seluruh sektor industri. Pemerintah perlu memberi ruang kepada pelaku usaha dan pekerja agar mencapai kesepakatan atau win-win solution.
“Jadi harusnya diberikan pemahaman juga ke pekerja, kalau tidak semua perusahaan bisa kasih kenaikan UMP 8,5 persen itu. Kan beberapa industri juga lagi tertekan, seperti tekstil, besi dan baja, perlu dipahami. Cari win-win solution,” jelasnya.
Sementara itu, Ekonom Senior Indef Aviliani menjelaskan, kenaikan UMP juga bukan jaminan ekonomi Indonesia membaik. Bisa saja, pengusaha akan melakukan pengurangan jumlah karyawan jika tak mampu membayar UMP tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kalau dia enggak bisa bayar, bukan enggak mungkin akan lakukan pengurangan jumlah karyawannya. Makanya ini harus diperhatikan betul pemerintah,” kata Aviliani.
Dia khawatir, nantinya pekerja di sektor formal akan beralih ke sektor informal. Akibatnya sektor industri justru akan semakin tertekan.
“Saya khawatirnya pekerja-pekerja yang dia enggak menerima kenaikan UMP, ini akan beralih ke sektor informal, freelance, bisa saja kerja di startup yang jumlahnya makin banyak kan. Akibatnya, ya semakin tertekan industrinya karena pekerjanya juga berkurang,” tambahnya.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menerbitkan surat edaran dengan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 kepada para gubernur se-Indonesia. Surat edaran yang dirilis 15 Oktober 2019 tersebut menyangkut soal Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Dalam surat edaran tersebut, Hanif menyampaikan persentase angka kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2020 mendatang. Berdasarkan pada Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) PP No. 78 Tahun 2015, penetapan UMP dan UMK tahun 2020 menggunakan formula perhitungan upah minimum tahun berjalan ditambah inflasi periode September dan pertumbuhan PDB yang mencakup periode kuartal III dan IV tahun sebelumnya dan periode kuartal I dan II tahun berjalan.
Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), data inflasi nasional di September sebesar 3,39 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen. Dengan kata lain, UMP naik sebesar 8,51 persen atau lebih besar dari nilai kenaikan UMP 2019 yang hanya 8,03 persen.
Adapun UMP 2020 ditetapkan dan diumumkan oleh masing-masing gubernur secara serentak pada tanggal 1 November 2019 dan akan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2020.
ADVERTISEMENT