Untung Rugi Redenominasi Rupiah

26 Juni 2023 17:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi desain uang rupiah hasil redenominasi yang menghilangkan 3 angka nol di belakang. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi desain uang rupiah hasil redenominasi yang menghilangkan 3 angka nol di belakang. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Bank Indonesia (BI) tengah menggodok rencana redenominasi alias penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya.
ADVERTISEMENT
Penyederhanaan mata uang rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, misalnya Rp 1.000 menjadi Rp 1. Kebijakan ini sudah masuk dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menjelaskan manfaat utama dari redenominasi rupiah yakni mempertahankan harkat dan martabat rupiah di antara mata uang lain, di mana saat ini nilai tukar rupiah sangat kecil.
"Mata uang kita tidak mencerminkan posisi kita di dalam perekonomian dunia. Kalau kita pergi ke money changer, mata uang kita itu malah enggak muncul di sana. Karena nilainya itu kecil sekali," jelasnya kepada kumparan, Senin (26/6).
Piter menuturkan, ekonomi Indonesia masuk di posisi 20 besar dunia. Namun karena angka nol pada rupiah yang terlalu banyak, maka nilai tukarnya cenderung lebih kecil bahkan jika dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya.
Ilustrasi Uang Rupiah Emisi 2022. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dengan demikian, kebijakan redenominasi akan membuat nilai tukar rupiah tak terlalu jauh dengan mata uang lain, sehingga masyarakat bangga menyimpan rupiah yang akhirnya berdampak pada stabilitas nilai tukar.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita bangga dengan rupiah, akan membuat rupiah lebih stabil. Orang mau megang rupiah, sekarang orang lebih banyak pegang dolar. Semakin banyak yang pegang rupiah akan lebih stabil, ekonomi lebih kuat," tutur Piter.
Selain itu, menurut dia, manfaat redenominasi lainnya adalah mempermudah sistem pencatatan keuangan, apalagi di sistem digital. "Sekarang ini kan era digital, kalau kita itu angkanya panjang banget kayak gitu susah, nah itu di dalam sistem digital menghambat sekali," ujarnya.
Piter mencontohkan, ketika menuliskan angka Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang mencapai ribuan triliun dolar AS, pencatatannya pun sulit karena terlalu banyak angka nol, bahkan tidak ada istilah penyebutannya.
"Kita saja enggak kenal namanya itu, nolnya terlalu banyak. Ngomongnya saja susah, apalagi ngetiknya, apalagi bikin sistemnya. Akhirnya kita tulis di atasnya dalam juta dalam miliar," tegas dia.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad juga menilai redenominasi rupiah akan berdampak kepada penguatan nilai tukar. Dia mencontohkan sebelum krisis moneter terjadi, nilai tukar rupiah berkisar antara Rp 2.400-2.700 per dolar AS.
"Dengan sekarang nilainya Rp 15.000, jika dipotong menjadi Rp 15 ini akan menguatkan nilai tukar karena perbandingannya menjadi sedikit, maka terjadi penguatan nilai tukar," jelas dia.
Tauhid melanjutkan, keuntungan redenominasi rupiah yang kedua adalah dapat mengurangi kesalahan pencatatan, proses administrasi, maupun transaksi keuangan karena angkanya menjadi lebih sederhana.
"Sering kali dengan angka nol yang banyak, satu angka nol di belakang itu sering membuat pencatatan menjadi problem, perbedaan satu angka nol di belakang saja memberikan efek luar biasa dalam pencatatan," katanya.
ADVERTISEMENT

Dampak Negatif Proses Redenominasi Rupiah

Piter menegaskan kebijakan redenominasi rupiah tidak akan berdampak negatif apapun setelah implementasinya. Namun dia mengakui selama proses transisi dan sosialisasi akan ada efek peningkatan inflasi.
"Perubahaan mata uang Rp 1.000 menjadi Rp 1 itu diikuti perubahan harga, sehingga daya belinya itu enggak berubah. Tapi harga-harga itu tidak semuanya bulat, misalnya Rp 13.990 dengan redenominasi ada kecenderungan harga dibulatkan ke atas," tutur dia.
"Tapi kan itu cuma sekali mengubah harga, enggak bisa terus terusan. Justru setelah itu ada kemungkinan kita mengalami inflasi yang lebih stabil, lebih kuat. Karena harganya sudah di sana," tambah Piter.
Sementara itu, Tauhid juga menjelaskan beberapa hal yang perlu dikhawatirkan selama proses redenominasi berlangsung adalah penyesuaian harga barang yang menyebabkan inflasi terutama di 3-4 bulan usai implementasi.
ADVERTISEMENT
Kemudian, dia juga menyoroti dampak negatif lain dari proses redenominasi yakni adanya efek seolah-olah masyarakat kehilangan nilai aset yang sudah dimilikinya.
"Misal dulu kita membeli mobil, tanah atau emas dengan nilai sangat tinggi, pada saat harga tinggi misalnya Rp 2 miliar, menjadi sekian juta. Itu yang harus dikhawatirkan di beberapa tahun awal pasti akan terasa," ucapnya.