Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Usai Rachmat Gobel, Kini Ekonom Minta Subsidi Mobil Listrik Dialihkan ke Petani
19 Mei 2023 9:10 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Keputusan pemerintah memberikan bantuan kendaraan listrik menuai pro dan kontra di tengah situasi kelangkaan pupuk subsidi.
ADVERTISEMENT
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, sebaiknya anggaran yang dipakai untuk kendaraan listrik bisa digeser untuk membantu petani . Di samping juga kebijakan tersebut dinilai tak selesaikan persoalan energi bersih.
"Subsidi kendaraan listrik digeser saja anggarannya karena tidak selesaikan masalah emisi karbon juga. Apalagi penggunaan batu bara makin masif di sumber pembangkit listriknya, kemudian nikel sebagai bahan baku baterai cukup disorot karena berisiko bagi lingkungan," kata Bhima kepada kumparan, Kamis (18/5).
Pemerintah menyiapkan bantuan sekitar Rp 7 juta untuk setiap unit motor listrik, sementara untuk mobil listrik per unitnya disuntik dana pemerintah sebesar Rp 25 juta sampai Rp 80 juta.
"Dari sisi ekonomi ada alokasi anggaran yang lebih urgen mencakup antisipasi kekeringan ekstrem el nino, artinya perlu dana lebih banyak untuk tambahan subsidi pupuk, irigasi, hingga pemberian bibit unggul tahan cuaca ekstrem," kata Bhima.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Bidang Korinbang, Rachmat Gobel, mempertanyakan kebijakan pemerintah menggelontorkan subsidi mobil listrik. Ia lebih mendorong pemerintah agar fokus membangun pemerataan ekonomi, menanggulangi kemiskinan, serta memperkuat sektor pertanian, perikanan, dan pangan.
“Subsidi untuk yang papa (tidak berdaya), bukan untuk yang berdaya. Mari kita gunakan akal sehat dan nurani kita dalam bernegara. Mana yang lebih prioritas dan urgent, membangun pertanian dengan mensubsidi petani dan pertanian atau mensubsidi mobil listrik dan pengusaha kaya?” kata Gobel.
Anggaran Pupuk Subsidi Terus Turun
Di saat pemerintah gencar mengucurkan anggaran untuk kendaraan listrik, anggaran untuk subsidi pupuk dalam lima tahun trennya selalu turun. Pada 2019 dialokasikan Rp 34,3 triliun, pada 2020 Rp 31 triliun, pada 2021 Rp 29,1 triliun, pada 2022 Rp 25,3 triliun, dan pada 2023 Rp 24 triliun. Dalam 5 tahun anggaran untuk subsidi pupuk turun hampir Rp 10 triliun.
ADVERTISEMENT
Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan, tren penurunan anggaran subsidi pupuk saat ini berkaitan dengan pernyataan Presiden Jokowi ketika awal periodenya, mempertanyakan bagaimana dampak anggaran pupuk subsidi yang naik dengan produktivitas pertanian saat itu.
"Kalau ditarik data-data kenaikan anggaran subsidi pupuk dengan kenaikan produksi, misal padi, memang tidak terkait langsung. Kenaikan anggaran subsidi pupuk tidak otomatis menaikkan produksi padi, karena pupuk hanya salah satu variabel yang menentukan berhasil tidaknya produksi pertanian," kata Khudori.
Tahun lalu, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 tahun 2022 tentang Tata Cara Penebusan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi di Sektor Pertanian. Permentan itu mengatur pupuk subsidi hanya berhak diberikan kepada 9 jenis komoditas pertanian, dari sebelumnya ada 70 komoditas.
ADVERTISEMENT
Khudori menilai keputusan pemerintah tersebut beralasan karena bahan baku pupuk melonjak imbas perang Rusia-Ukraina. Dengan begitu, anggaran subsidi pupuk juga terus menurun.
"Salah satunya karena harga bahan baku pupuk, dan pupuk impor mahal akibat dampak perang Rusia-Ukraina. Makanya, dengan anggaran yang terbatas volume subsidi pupuk akan turun karena harga satuan naik," kata Khudori.
Dengan banyak faktor yang harus dibenahi di sektor pertanian Indonesia, menurutnya perlu ada formulasi ulang pupuk subsidi. "Sudah banyak pemikiran dan ide, tapi sampai sekarang masih jauh dari baik," pungkas Khudori.