Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Usulan Revisi Aturan PLTS Atap Berpotensi Turunkan Minat Pengguna Rumah Tangga
8 Januari 2023 16:23 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Perubahan beleid tersebut dimaksudkan untuk menjawab kendala-kendala pemasangan PLTS atap yang terjadi dalam setahun terakhir sejak peraturan menteri tersebut resmi dikeluarkan.
Dalam public hearing yang dilakukan Jumat (6/1), Kementerian ESDM memaparkan usulan perubahan substansi: tidak ada pembatasan kapasitas PLTS atap maksimum 100 persen daya terpasang melainkan berdasar kuota sistem, ekspor listrik ditiadakan (tidak lagi dihitung sebagai pengurang tagihan), biaya kapasitas untuk pelanggan industri dihapuskan (tidak lagi 5 jam), dan aturan peralihan untuk pelanggan eksisting diberlakukan dalam jangka waktu tertentu.
Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa mengatakan sejak diundangkan pada Agustus 2021 lalu, Permen ESDM No. 26/2021 praktis tidak berjalan karena PT PLN (Persero) menolak pelaksanaannya. Akibatnya, target pemerintah mencapai 450 MWp tambahan kapasitas PLTS di 2022 tidak tercapai.
ADVERTISEMENT
Dia melanjutkan, revisi ini sepertinya merupakan titik temu kepentingan pemerintah dengan PLN dan sangat mengakomodasi kepentingan PLN untuk menurunkan potensi ekspor listrik dari pengguna PLTS akibat regulasi net-metering karena kondisi kelebihan pasokan (overcapacity).
"Tapi AESI menyayangkan bahwa akomodasi ini justru berpotensi memangkas keekonomian dan minat PLTS Atap golongan residensial, yang berpotensi tumbuh,” kata Fabby melalui keterangan resmi, dikutip Minggu (8/1).
Sejak Januari 2022, dia berkata pembatasan kapasitas PLTS atap 10-15 persen oleh PLN terjadi di berbagai wilayah di Indonesia untuk beragam pelanggan, baik residensial dalam skala kilowatt hingga ke pelanggan industri dengan kapasitas dalam skala megawatt.
Pembatasan kapasitas ini tidak sesuai dengan ketentuan Permen ESDM No. 26/2021 (maksimum 100 persen) dan menurunkan minat calon pelanggan untuk menggunakan PLTS atap. Dalam usulan perubahan substansi Permen tersebut, pembatasan kapasitas hingga 100 persen tidak akan diberlakukan kembali melainkan didasarkan pada sistem kuota per sistem dan bersifat first come, first serve.
ADVERTISEMENT
Fabby menilai, perubahan ini menjawab langsung pembatasan kapasitas yang terjadi di lapangan, namun teknis penentuan kuota sistem perlu diperjelas terutama dalam kaitannya dengan rencana pengembangan energi terbarukan di daerah, serta periode waktu penetapan kuota per 5 tahun yang terlalu lama karena dinamika penyediaan listrik.
"Peniadaan net-metering dengan penghapusan ekspor listrik ke jaringan PLN yang berlaku untuk semua kategori pelanggan tanpa terkecuali akan berdampak besar pada pasar residensial (rumah tangga)," jelasnya.
Dia menuturkan, tingkat keekonomian PLTS atap saat ini masih dipengaruhi oleh net-metering karena profil beban rumah tangga yang kebanyakan di malam hari. Tidak adanya ekspor akan menurunkan pengurangan tagihan listrik rumah tangga dan memperpanjang masa balik modal (payback period) pembelian sistem PLTS atap.
ADVERTISEMENT
Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, Marlistya Citraningrum, menambahkan survei pasar yang dilakukan IESR di 7 provinsi di Indonesia pada 2019-2021 menunjukkan keekonomian menjadi salah satu faktor penting dan penentu bagi pelanggan residensial untuk menggunakan PLTS atap.
"Mayoritas responden juga ingin mendapatkan penghematan minimal 50 persen dan prosedur pemasangan yang jelas serta cepat,” tutur Marlistya.
Dia melanjutkan, target PLTS Atap terpasang 3,6 GW pada tahun 2025 dan target energi terbarukan 23 persen justru mensyaratkan partisipasi masyarakat. Dengan pangsa pasar 20 persen saja untuk pelanggan golongan R2 dan R3 (3.500 VA ke atas), terdapat potensi 400.000 rumah tangga, atau setara 1,2 GWp PLTS atap jika masing-masing memasang minimal 3 kWp.
Menurut Marlistya, pasar PLTS atap residensial juga berkontribusi pada terbukanya lapangan kerja hijau, misalnya teknisi dan pemasang, dan tumbuhnya UMKM pemasang PLTS atap. Jika revisi Permen terbaru disahkan dengan klausul usulan saat ini, pertumbuhan dan peluang usaha hijau ini tentunya akan terhambat.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, AESI dan IESR merekomendasikan net-metering tetap diberlakukan untuk pelanggan residensial dengan perhitungan ekspor-impor yang dapat didiskusikan kemudian. Adapun Kementerian ESDM membuka kanal penyampaian masukan hingga tanggal 13 Januari 2023