Utang Keluarga Bakrie ke Pemerintah: BLBI Rp 22 M & Lapindo Rp 1,9 T

20 September 2021 11:52 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nirwan Bakrie. Foto: ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Nirwan Bakrie. Foto: ANTARA
ADVERTISEMENT
Satgas BLBI memanggil keluarga Bakrie terkait tunggakan pembayaran program Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 22,67 miliar. Keluarga Bakrie yang dipanggil adalah saudara dari Aburizal bakrie, yakni Indra Usmansyah Bakrie dan Nirwan Dermawan Bakrie.
ADVERTISEMENT
Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat Ditjen Kekayaan Negara Kemenkeu, Tri Wahyuningsih mengungkapkan, saudara dari Aburizal Bakrie itu diwakili oleh Sri Hascaryo yang merupakan orang Bakrie Grup.
“Obligor atas nama PT Udaha Mediatronika Nusantara dihadiri oleh Sri Harcahyo dari Bakrie Grup. Ia menerima kuasa dari Nirwan Dermawan Bakrie,” jelas Tri Wahyuningsih kepada wartawan di Kemenkeu, Jumat (17/9).
Kehadiran perwakilan keluarga Bakrie tersebut, yakni dalam rangka tindak lanjut atas penyelesaian hak tagih negara terhadap dana BLBI.

Utang Keluarga Bakrie Rp 1,91 Triliun di Lapindo

Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK mencatat Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya, bisnis milik keluarga Bakrie, belum melunasi utang ke pemerintah sebesar Rp 1,91 triliun.
Utang itu berupa dana talangan penanggulangan lumpur Sidoarjo, yang telah jatuh tempo pada 10 Juli 2019. Sengkarut utang tersebut bermula pada 10 Juli 2015, pemerintah dan Lapindo Brantas serta Minarak membuat perjanjian mengenai pinjaman dana antisipasi untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan warga korban luapan lumpur Sidoarjo.
ADVERTISEMENT
Nilai pinjaman yang akan diberikan berdasarkan perjanjian tesebut adalah Rp 781,68 miliar, namun yang terealisasi hanya Rp 773,38 miliar. Perjanjian tersebut berlaku selama empat tahun dari 10 Juli 2015 hingga 10 Juli 2019.
Pengembalian pinjaman akan dilakukan secara prorata dalam empat tahap. Tahap pertama setahun setelah tanggal perjanjian hingga tahap keempat adalah empat tahun setelah tanggal perjanjian.
Pengembalian pinjaman dilakukan dengan penambahan bunga sebesar 4,8 persen per tahun beserta denda. Apabila tidak dapat mengembalikan sesuai jadwal dan/atau melunasi pinjaman pada akhir perjanjian, maka dikenakan denda sebesar 1/1.000 per hari dari nilai pinjaman.
BPK juga menyebut Lapindo Brantas serta Minarak, hanya pernah satu kali melakukan pengembalian sebesar Rp 5 miliar pada 20 Desember 2018.
ADVERTISEMENT
Namun hingga lewat jatuh tempo, perusahaan milik keluarga Bakrie itu belum juga melunasi kewajibannya kepada negara. Hingga akhir tahun lalu, pemerintah mencatat utang yang harus dibayar Lapindo Brantas dan Minarak, berupa pokok, bunga, dan denda sebesar Rp 1,91 triliun.