Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Utang Pemerintah Sudah Tembus Rp 8.444 T di Juni 2024, Masih Aman?
4 Agustus 2024 19:06 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menanggapi posisi utang pemerintah yang tercatat Rp 8.444,87 triliun per Juni 2024. Angka itu naik Rp 91,85 triliun dibandingkan posisi akhir Mei 2024 sebesar Rp 8.353,02 triliun dan naik Rp 639,68 triliun dari posisi Juni 2023 senilai Rp 7.805,19 triliun.
ADVERTISEMENT
Kenaikan utang pemerintah membuat rasio utang naik dari 38,71 persen menjadi 39,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Juni 2024.
Josua mengatakan pengelolaan utang tersebut masih terbilang prudent. Sehingga rasio utang pada Juni 2024 masih dalam batas aman.
"Tingkat rasio utang Indonesia terhadap PDB hingga semester I tahun 2024 tercatat 39,13 persen dan secara nominal sekitar Rp 8.444 triliun. Ini mengindikasikan bahwa sebenarnya dari sisi pengolahan utang masih prudent," kata Josua kepada kumparan, Minggu (4/8).
Josua menyatakan angka itu masih di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara. Menurutnya, angka tersebut trennya terus menurun setelah pandemi.
"Kita tahu bahwa pada saat pandemi pemerintah dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) penerbitan ataupun defisit fiskalnya di atas 3 persen dan ini berimplikasi pada kenaikan rasio utang terhadap PDB yakni di 2021 mencapai 40,74 persen. Namun saat ini sudah turun hingga 39,13 persen," ujar Josua.
Ke depannya, Josua menuturkan arah dari rasio utang terhadap PDB ini akan sangat bergantung pada proyeksi dari defisit fiskalnya. Apabila defisit fiskalnya masih terjaga di bawah 3 persen terhadap PDB, ia memandang bahwa rasio utang terhadap PDB masih akan tetap stabil.
ADVERTISEMENT
"Kurang lebih masih di kisaran 39 sama dengan 40 persen. Dan belum ada indikasi bahwa kenaikan utang ini akan meningkat di atas level itu. Apabila kalau defisit fiskalnya tetap terjaga di bawah 3 persen," ujarnya.
Lebih lanjut, Josua menilai kondisi beban pembayaran utang ini masih akan cukup tinggi sampai dengan 2025-2026. Ia menegaskan kenaikan utang itu harus bisa merefleksikan pertumbuhan ekonomi yang baik.
"Dan ini juga masih berkaitan dengan penanganan PEN yaitu penanganan pandemi untuk anggaran PEN-nya, sehingga tapi setelah itu beban utang pemerintah ataupun pembayaran utang pemerintah cenderung akan mulai meredah dan menormalisasi kembali normalisasi," ungkap Josua.
"Kalau kenaikan utang tidak bisa merefleksikan pertumbuhan ekonomi yang cukup solid tentunya ini akan menjadi pertanyaan besar bahwa produktivitas dari utang cenderung menurun," tambahnya.
ADVERTISEMENT