UU Cipta Kerja Mulai Berlaku, IPB University Soroti 12 Potensi Risiko
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ADVERTISEMENT
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB University, Ernan Rustiadi, mengatakan 12 potensi risiko tersebut ditemukan oleh Tim Kajian IPB yang beranggotakan 34 pakar pada kajian kritis IPB terhadap konten UUCK.
Menurut Ernan, dengan terbitnya UUCK ada 78 UU asal yang terdampak. Dari jumlah tersebut IPB fokus melakukan analisis terhadap 30 UU yang terkait dengan sumber daya alam (SDA).
"Konten dari 30 UU tersebut kami sandingkan dengan konten dari UU CK dan kami analisis," katanya pada diskusi secara virtual di Bogor, Kamis (18/2).
Pada kajian tersebut, lanjutnya, Tim Kajian IPB melakukan telaah secara objektif, baik sisi-sisi positif maupun potensi risiko, serta dampaknya terhadap lingkungan, petani, nelayan, dan masyarakat adat.
ADVERTISEMENT
"Hasil kajian tersebut, kami dokumentasikan dalam bentuk buku setebal 107 halaman. Kami fokus menganalisis subyek dan obyek, yakni bidang-bidang dengan lingkungan di semua bab. Kami juga melakukan sintesa dan dokumentasi kebijakan," ujarnya.
Menurut Ernan, IPB melakukan kajian tinjauan kritis ini didasarkan pada tanggung jawab moral, sebagai lembaga pendidikan yang berkompeten di bidang agromaritim, sehingga terpanggil untuk memberikan suatu pandangan kritis. Sebelumnya pada April 2020, IPB juga sudah memberikan masukan tinjauan kritis untuk bidang pertanian.
Kepala Pusat Kajian Agraria IPB Rina Mardiana, yakni anggota Tim Kajian IPB, menambahkan hasil tinjauan kritis IPB menemukan adanya 12 potensi risiko yang bisa muncul pada implementasi UUCK.
Pertama, rencana detail tata ruang (RDTR) dan bias kota. IPB melihat, pada UU asal yang terdampak, ada pasal-pasal yang terkait dengan desa dihapus. Penataan ruang kawasan desa kemudian diatur dalam aturan turunannya, yakni peraturan pelaksana.
ADVERTISEMENT
Kedua, resentralisasi kewenangan tata ruang. Di setiap daerah ada aturan daerah mengenai tata ruang, tapi dalam UUCK aturan itu dihapus dan dikendalikan pemerintah pusat.
Ketiga, ancaman degradasi keanekaragaman hayati dan kontaminasi pangan. Keempat, ancaman kedaulatan pangan berbasis impor. Kelima, sentralisasi perizinan berusaha. Keenam, pengarusutamaan investasi dari pada kelestarian lingkungan
Ketujuh, ketidakjelasan definisi subyek dan objek agromaritim. Kedelapan, kerentanan sumber nafkah agraria. Kesembilan, dilema reforma agraria dengan proyek strategis nasional. Kesepuluh, peningkatan eskalasi konflik dan ketimpangan agraria. Kesebelas, liberalisasi pemanfaatan sumber daya (nasionalisme). Kemudian, keduabelas, dampak lanjutan dari pelemahan sanksi.
Sementara Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengungkapkan pemerintah telah menuntaskan seluruh 54 aturan turunan UUCK sesuai tenggat. Dalam UU Cipta Kerja disebutkan, semua aturan turunan tersebut harus sudah rampung 3 bulan sejak UU ditetapkan.
ADVERTISEMENT
"Jadi tenggatnya 2 Februari 2021 dan kita sudah selesaikan semua aturan turunannya. Ya sekarang hanya tinggal proses administratif saja, seperti pengecekan-pengecekan," ujarnya dalam pertemuan dengan media di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/2).