Vaksinasi Jokowi Jadi Angin Segar untuk Pasar Saham

13 Januari 2021 12:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo saat disuntik vaksin corona Sinovac di beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (13/1). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo saat disuntik vaksin corona Sinovac di beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (13/1). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menjadi orang pertama di Indonesia yang divaksin corona. Jokowi disuntik vaksin Sinovac, Rabu (13/1), di Istana Merdeka bersama sejumlah tokoh dan perwakilan unsur masyarakat.
ADVERTISEMENT
Analis Mirae Asset Hariyanto Wijaya mengatakan, vaksinasi presiden tersebut bisa menjadi sentimen positif bagi pasar saham Indonesia.
“Good things-nya adalah Pak Jokowi itu sebagai orang pertama. Kenapa dia harus sebagai orang pertama? Menurut kita itu adalah strategi yang bagus untuk menunjukkan keamanan daripada vaksin Ini. Di mana itu akan membangun confidence masyarakat,” ujar Hariyanto dalam diskusi virtual Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rabu (13/1).
Menurutnya, kehadiran vaksin ini memberikan rasa optimistis bahwa ekonomi akan berangsur-angsur pulih. Adapun vaksinasi dijadwalkan berlangsung sekitar 15 bulan, mulai Januari 2021 hingga Maret 2022, sementara waktu kedatangan vaksin dijadwalkan antara Desember 2020 hingga kuartal 1-2022.
“Jadi perkirakan kita kinerja IHSG akan positif di Januari 2021 didukung optimisme vaksinasi COVID-19,” ujarnya.
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (23/10). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Hariyanto mencatat, hingga 6 Januari 2021, IHSG tercatat sudah naik 1,4 persen. Tidak hanya didorong oleh sentimen vaksin, Hariyanto menilai ada dua faktor lainnya yang akan mendorong penguatan pasar modal awal tahun ini, kendati ada tekanan penerapan pembatasan kegiatan secara jangka pendek.
ADVERTISEMENT
Faktor kedua yaitu, Indonesia sebagai penghasil dan pengekspor komoditas juga mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga komoditas. Salah satunya yaitu minyak sawit mentah (CPO) yang harganya mencapai MYR 3.900 per ton.
Hariyanto mengatakan, angka tersebut merupakan level tertinggi sejak 2008. Tingginya harga CPO disebabkan oleh rendahnya stok CPO, gangguan produksi akibat dampak La Nina, naiknya permintaan China dan India, dan harga minyak kedelai yang menguntungkan sebagai penggantinya.
“Selain itu, dolar AS (USD) juga diprediksi melemah seiring dengan tekanan defisit kembar pada fiskal dan transaksi berjalan pemerintah AS karena besarnya stimulus fiskal demi merangsang lemahnya ekonomi,” ujarnya.
Faktor ketiga, bangkitnya manufaktur China. Menurut Hariyanto, aktivitas manufaktur China terus berkembang dalam 8 bulan beruntun. “Pesanan pabrik baru China dan ekspor baru untuk pabrik juga naik, dikonfirmasi oleh permintaan yang lebih tinggi untuk produk China dari pasar luar negeri,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Adapun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau pada penutupan perdagangan saham siang ini, Rabu (13/1). IHSG sesi I ditutup naik 32,922 poin (0,51 persen) ke 6.428,591.
Sementara indeks LQ45 ditutup naik 4,384 poin (0,44 persen) ke 1.000,822. Sebanyak 216 saham naik, 248 saham turun, dan 149 saham stagnan.