Vale Indonesia Buka Dialog soal Dampak Eksplorasi Nikel Blok Tanamalia di Sulsel

6 Oktober 2024 19:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Pengelola Destinasi Liburan Binaan PT Vale Indonesia, Laa Waa River Park, Amsal.  Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Pengelola Destinasi Liburan Binaan PT Vale Indonesia, Laa Waa River Park, Amsal. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
ADVERTISEMENT
Perusahaan pertambangan nikel, PT Vale Indonesia Tbk (INCO), berencana melakukan eksplorasi Blok Tanamalia yang berada di konsesi tambang perusahaan di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
ADVERTISEMENT
Dalam rangka edukasi aksi korporasi tersebut, Vale membuka dialog terbuka bersama pemerintah desa, Kesatuan Pengelola Hutan Larona dan tokoh masyarakat yang terdiri dari tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh perempuan, dan tokoh yang dituakan di Desa Loeha dan Desa Rante Angin yang akan terdampak kegiatan eksplorasi.
Head of External Relations Vale Indonesia, Endra Kusuma, mengatakan perusahaan ingin mendengar masukan, saran, serta keresahan terhadap aktivitas eksplorasi yang akan dijalankan. Pasalnya, kegiatan itu berdampak pada lahan perkebunan lada atau merica masyarakat setempat.
Menurutnya, prinsip kebebasan berpendapat dipraktikan oleh Vale. Dalam setiap proyeknya, perusahaan membuka ruang agar masyarakat turut terlibat dalam mengawal kegiatan-kegiatan penambangan yang akan dilakukan, tak terkecuali di Loeha Raya.
“Perusahaan diberi izin oleh negara untuk melakukan eksplorasi di Tanamalia. Namun, kami tidak mau eksplorasi dijalankan tanpa berdialog dengan masyarakat. Kami percaya perusahaan dan masyarakat bisa hidup berdampingan. Maka dari itu, kami datang untuk bersilaturahmi dan berdiskusi dengan para tokoh masyarakat,” jelas Endra dalam keterangan resmi, Minggu (6/10).
Power Plant PT Vale Indonesia (INCO) di Sorowako. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Dalam diskusi yang berlangsung, manajemen Vale memaparkan rencana eksplorasi yang dilakukan akan berpusat di area-area yang tidak mengganggu perkebunan lada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Endra menegaskan, selama belum ada kesepakatan mengenai bentuk pertanggungjawaban atas tanaman yang terganggu, Vale tidak akan lakukan pengeboran di perkebunan lada masyarakat.
"Kami paham betul ada keresahan kehilangan mata pencaharian, sehingga kami berkomitmen tidak akan mengganggu tanaman masyarakat selama tidak ada kesepakatan,” ucap Endra.
Power Plant PT Vale Indonesia (INCO) di Sorowako. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Adapun masyarakat setempat tidak semuanya setuju dengan rencana eksplorasi Blok Tanamalia. Salah satunya perwakilan tokoh perempuan dari Desa Loeha, Fatma. Dia menilai, kegiatan eksplorasi bisa menghilangkan mata pencaharian petani lada yang perkebunannya terdampak eksplorasi.
Menanggapi hal tersebut, Endra menegaskan bahwa perusahaan ingin hidup berdampingan dengan masyarakat di Loeha Raya. Perusahaan sangat menghargai aspirasi masyarakat dan memandang bahwa keresahan-keresahan yang muncul ini terjadi karena adanya kesenjangan informasi dan perbedaan pemahaman mengenai kegiatan eksplorasi dan penambangan.
ADVERTISEMENT
“Perusahaan butuh waktu bertahun-tahun untuk melakukan pengeboran, mengambil sampel tanah dan meneliti potensi nilai ekonominya, sebelum memutuskan untuk melakukan penambangan. Sehingga tidak benar, jika ada yang mengatakan saat kegiatan eksplorasi dilakukan, maka mata pencaharian masyarakat akan hilang,” tutur Endra.
Endra juga menyampaikan pihaknya bisa memahami jika masyarakat memiliki kekhawatiran terhadap kehilangan sumber mata pencaharian. Namun, dia meyakinkan perseroan akan bertanggungjawab atas segala dampak yang ditimbulkan dari kegiatan eksplorasi.
Tidak hanya memikirkan penghidupan masyarakat, Endra juga memaparkan bahwa kegiatan eksplorasi yang dilakukan di wilayah konsesi, akan berdampak terhadap lingkungan hidup.
Untuk itu, kata dia, Vale senantiasa melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) yang berisi kajian mengenai dampak kegiatan pada lingkungan hidup serta rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang dilakukan sebelum dan saat beroperasi, bahkan setelah tutup tambang.
ADVERTISEMENT
Endra menegaskan, keberadaan Vale di Loeha Raya tidak serta merta untuk kegiatan eksplorasi. Komitmen untuk bisa hidup berdampingan dengan masyarakat diwujudkan dengan berbagai program pemberdayaan.
Perusahaan turut menggandeng kepala desa se-Loeha Raya dalam mempersiapkan talenta lokal melalui pelatihan vokasional mulai tahun lalu. Vale juga melibatkan kaum perempuan melalui kelompok ibu PKK untuk pelatihan pembuatan ecobrick dan dialog motivasi.
Di bidang pendidikan, tidak hanya membantu para siswa mendapatkan bimbingan belajar perguruan tinggi, perusahaan juga memfasilitasi guru TK-SMP se-Loeha Raya untuk berlatih dan berdiskusi mengenai Kurikulum Merdeka bersama para guru dari Yayasan Pendidikan Sorowako.
“PT Vale berkomitmen untuk menghadirkan kehidupan yang lebih baik di wilayah operasionalnya. Sehingga ketika ada aktivitas yang dilakukan perseroan, masyarakat juga bisa menuai manfaatnya,” kata Endra.
ADVERTISEMENT
Terkait kegiatan eksplorasi yang akan dilakukan, PT Vale juga membuktikan hidup berdampingan dengan masyarakat bisa terwujud melalui terbukanya lapangan kerja dan inisiatif bisnis masyarakat bisa berjalan.
Sejauh ini, untuk kegiatan pengeboran yang dilakukan tahun 2023, perseroan telah memberdayakan 199 talenta lokal dari Desa Loeha, Rante Angin, Masiku, Tokalimbo, Bantilang dan Mahalona.
Adapun aktivitas eksplorasi Tim Indonesia Growth Project (IGP) Tanamalia masih dalam tahap drilling atau pengeboran untuk mendata besaran sumber daya mineral di area tersebut. Proses ini ditargetkan dapat selesai hingga 2027.
Penjelasan KLHK soal Perkebunan Merica di Tanamalia
Sebelumnya, kewenangan eksplorasi di kawasan hutan di Tanamalia diberikan kepada Vale melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor SK850MenLHK/Setjen/PLA.0/10/2021. SK tersebut memuat hak dan kewajiban PT Vale dalam mengelola kawasan hutan seluas 17.239,28 hektare (Ha).
ADVERTISEMENT
Eksplorasi tersebut berada di Kawasan Hutan Lindung Tanamalia. Kepala Bidang Penataan dan Perlindungan Hutan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sulawesi Selatan, Muhammad Junan, mengatakan ada sembilan catatan bagi perusahaan selama melakukan eksplorasi tersebut.
"Kondisi saat ini didapati ada 2 juta tiang tanaman merica di dalam areal kawasan tersebut dengan luas 800 Ha. Kondisi ini menghambat aktivitas eksplorasi oleh pihak PT Vale dalam memenuhi sembilan poin kewajiban tersebut termasuk Pembayaran atas PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan) dan DR (Dana Reboisasi) yg telah dirambah oleh Oknum Masyarakat,” katanya, Kamis (7/9).
Dia mengungkapkan, kondisi tersebut juga melanggar Pasal 92 ayat 2 UU Nomor 6 Tahun 2023, yang mana pelakunya dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.
ADVERTISEMENT
“Karena itu, sosialisasi ini penting untuk memberikan pemahaman, termasuk sanksi yang akan dihadapi oleh para pelanggar,” kata Junan.
Kepala Desa Loeha, Hamka Tandioga turut memberi masukan agar sosialisasi ini dilakukan di Desa Loeha. Sebab, 80 persen lahan eksplorasi yang ditanami merica itu berada di sana.
“Agar sosialisasinya tepat sasaran. Itu juga harapan dari Aliansi Petani Lada Loeha Raya yang tidak sempat hadir,” tuturnya.
Sementara itu, Director External Relations Vale Endra Kusuma mengatakan saat ini, TIM IGP Tanamalia sedang mengusahakan agar tidak terjadi penambahan perambahan hutan milik perusahaan.
Menurut dia, saat ini data internal Vale menunjukan telah ada 2500 hektar lahan yang dibuka tanpa izin. Lahan itu umumnya dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan lada oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Namun, kami mendapati ada juga orang luar yang melakukan bukaan lahan. Nah, ini yang kami sosialisasikan dan peringatkan kepada masyarakat, karena ini berpotensi menyebabkan konflik horizontal,” tuturnya.