Viral Film Sexy Killers, Begini Tanggapan Pengusaha Batu Bara

18 April 2019 14:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebuah truk pengangkut batu bara. Foto: Michael Agustinus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah truk pengangkut batu bara. Foto: Michael Agustinus/kumparan
ADVERTISEMENT
Film dokumenter Sexy Killers yang beredar sejak 13 April 2019 lalu menimbulkan kesan negatif pada pertambangan batu bara. Dokumenter berdurasi 1,5 jam itu mengangkat cerita-cerita masyarakat yang merasa dirugikan oleh kehadiran tambang batu bara.
ADVERTISEMENT
Misalnya tentang lubang-lubang galian bekas tambang yang tak direklamasi sehingga menimbulkan korban jiwa, air yang tercemar, hingga konflik masyarakat dengan perusahaan tambang.
Terkait hal ini, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyatakan, industri pertambangan batu bara maupun mineral pasti menimbulkan dampak. Tapi jika pertambangan dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah Good Mining Practice, dampak negatif bisa diminimalkan dan kegiatan tambang bisa berkelanjutan.
Sekretaris Jenderal APBI, Hendra Sinadia, menuturkan bahwa ada ribuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan pemerintah. Tak semua IUP itu berstatus Clean and Clear (CnC). Banyak pula tambang-tambang ilegal. Pemegang IUP non CnC dan tambang ilegal ini yang banyak menimbulkan kerusakan lingkungan.
Memang tak semua perusahaan tambang menjalankan Good Mining Practice. Tapi ada banyak juga perusahaan-perusahaan yang menjalankannya dan berkontribusi besar untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
"Kampanye hitam terhadap perusahaan tambang batu bara sudah berulang kali. Ini (Sexy Killers) serupa dengan kampanye-kampanye hitam sebelumnya. Kami tidak kaget. Memang ada perusahaan-perusahaan tambang yang tidak atau belum bertanggung jawab. Jumlah IUP ada ribuan, banyak yang non CnC, yang tanpa izin. Tapi kita harus lihat juga yang bertanggung jawab, menjalankan Good Mining Practice," kata Hendra kepada kumparan, Kamis (18/4).
Ia menambahkan, banyak kegiatan pascatambang yang berhasil dan berdampak bagus pada masyarakat. "Jadi banyak yang positif. Kita lebih tekankan agar Good Mining Practice dilakukan," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah pun terus berupaya memperbaiki tata kelola pertambangan. Ribuan IUP non CnC telah dicabut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sudah digandeng Kementerian ESDM untuk melakukan koordinasi dan supervisi penertiban sektor pertambangan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, batu bara juga berkontribusi penting untuk perekonomian nasional Indonesia. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari batu bara pada 2018 menembus angka Rp 50 triliun, terbesar kedua setelah sawit.
Batu bara juga merupakan komoditas ekspor terbesar Indonesia, mencapai sekitar 15 persen dari total nilai ekspor. Selain itu, 60 persen listrik PLN yang menerangi seluruh negeri berasal dari pembangkit berbahan bakar batu bara.
Emas hitam ini masih merupakan sumber energi paling efisien di Indonesia. Untuk menjaga supaya tarif listrik tetap terjangkau oleh masyarakat, pemerintah sangat bergantung pada batu bara. Belum ada sumber energi lain yang dapat menggantikannya.
"Batu bara masih sumber energi paling murah. Di saat krisis global, kita ekspor non migas terbesar adalah batu bara. Ekonomi di daerah-daerah juga hidup karena batu bara. Jadi dalam penyampaian ke publik juga harus lihat positifnya (batu bara)," tutupnya.
ADVERTISEMENT