Wacana RUPSLB Bank bjb, Pengamat Sebut Layak Digelar Jika Ada Masalah Integritas

4 Desember 2024 10:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Bank BJB. Foto: Dok. Bank BJB
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bank BJB. Foto: Dok. Bank BJB
ADVERTISEMENT
Wacana Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank bjb dinilai perlu dilakukan jika ada masalah signifikan terkait Good Corporate Governance (GCG) atau isu integritas di jajaran direksi.
ADVERTISEMENT
Isu yang mencuat RUPSLB Bank bjb akan dilakukan pada Januari 2025. Pengamat ekonomi dari Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB), Anggoro Budi Nugroho, menilai langkah itu harus dilakukan kalau memang ada masalah, khususnya yang dialami direksi.
“Saya tidak melihat, kecuali ada kasus terkait governance atau integritas (GCG) yang menjerat dewan direksi, hal tersebut harus dilakukan segera,” kata Anggoro melalui keterangan tertulis, Rabu (4/11).
Menurutnya, jika tidak ada hal mendesak, seperti kasus Lehman Brothers di luar negeri, RUPSLB sebaiknya dilakukan secara profesional tanpa intervensi kekuasaan.
Jika RUPSLB jadi digelar, Anggoro menilai ada beberapa catatan yang mesti dilakukan Bank bjb ke depan. Meski Bank bjb sebagai salah satu BPD yang sukses mandiri dan dipercaya menerbitkan surat berharga.
ADVERTISEMENT
Beberapa catatan penting meliputi adanya penurunan ROA dan ROE. Di mana rasio profitabilitas tahunan terus menurun akibat penurunan laba. Beban bunga obligasi bank bjb juga terus meningkat, yang berdampak pada mengecilnya EBITDA yang dapat dibagikan kepada pemegang saham.
“Terkait kredit macet, baik secara bruto (gross) maupun bersih (net), rasio kredit bermasalah (NPL) menunjukkan tren kenaikan. Sementara Loan-to-Deposit Ratio (LDR) menurun. Hal ini mencerminkan penurunan fungsi intermediasi bank dalam menyalurkan kredit dari simpanan masyarakat,” ujar Anggoro.
Di sisi lain, Bank bjb juga menghadapi peningkatan kewajiban keuangan, terutama dari pihak ketiga dan obligasi berkelanjutan sejak 2021.
Menurut Anggoro, hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam manajemen kredit Bank BJB. Penurunan Net Interest Margin (NIM) dan meningkatnya Non-Performing Loans (NPL) mengindikasikan bahwa nilai tambah yang dihasilkan bank untuk para pemangku kepentingannya sedang merosot.
ADVERTISEMENT
Anggoro merekomendasikan bank bjb untuk melakukan restrukturisasi utang dan meninjau ulang obligasi berkelanjutan yang diterbitkan. “Obligasi yang tidak menghasilkan keuntungan seharusnya ditinjau kembali, baik dari segi ukuran emisi maupun perpanjangan masa emisinya. Prinsip keterbukaan atau disclosure harus diutamakan dalam laporan keuangan,” tegas Anggoro.
Dia juga menekankan pentingnya Bank bjb untuk memperkuat fungsi intermediasi sebelum mencari sumber pendanaan baru. “Bank jangan terjebak menjadi institusi yang lebih suka berutang daripada menjalankan fungsi intermediasi yang kukuh dan berkualitas,” tambahnya.
Menurutnya, jika kinerja ini berlanjut, hal itu dapat berdampak negatif pada pemegang saham. Penurunan harga saham sejak mencapai puncaknya pada Juli-Agustus lalu mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap keberlanjutan performa Bank bjb