Wakil Ketua DPR: PPN Naik Pendapatan Masyarakat Terdampak, Daya Beli Merosot

19 November 2024 11:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi dompet kosong karena boros saat berbelanja. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dompet kosong karena boros saat berbelanja. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, buka suara soal kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen mulai tahun 2025. Menurut dia, kebijakan tersebut dapat menimbulkan efek domino bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Hal ini karena kenaikan PPN dapat berdampak bagi masyarakat umum sampai pendapatan perusahaan. Dengan adanya dampak pendapatan pada perusahaan, maka gaji karyawan juga akan terkena imbasnya.
“Karena banyak yang akan terkena dampak dari kebijakan kenaikan PPN 12 persen ini, baik bagi masyarakat umum maupun bagi pendapatan perusahaan yang berakibat pada gaji karyawan,” ungkap Cucun seperti dikutip kumparan dari keterangan tertulis pada Selasa (19/11).
Selain itu Cucun menilai PPN yang dikenakan pada transaksi jual beli Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) akan berdampak langsung terhadap daya beli masyarakat.
Nantinya harga barang dan jasa otomatis juga akan terkerek naik dan berpotensi menurunkan kemampuan daya beli masyarakat. Tentu hal tersebut akan berpengaruh pada masyarakat miskin dan rentan yang memiliki keterbatasan
ADVERTISEMENT
“Khususnya pada kelompok masyarakat miskin dan rentan, yang memiliki keterbatasan dalam pengeluaran. Saat harga-harga komoditas baik, beban masyarakat kelas bawah ini semakin berat,” jelasnya.
Cucun melihat kemiskinan dan pengangguran semakin tinggi, kenaikan harga akan membuat masyarakat semakin sulit. Hal ini juga bisa berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.
“Kondisi ini akan menurunkan daya beli masyarakat yang pada akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Ini termasuk bagi masyarakat kelas menengah dan pekerja dengan pendapatan setara UMR. Kenaikan tarif PPN akan membuat mereka menahan untuk mengurangi konsumsi domestik,” kata Cucun lebih lanjutnya.
Padahal, kata Cucun, konsumsi domestik memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu peningkatan biaya hidup juga dinilai akan semakin memberatkan kelas menengah karena saat ini kelompok tersebut tengah tertekan kondisi ekonomi sehingga tak sedikit yang turun kelas.
ADVERTISEMENT
“Harus dilihat juga bagaimana tekanan kondisi karena kenaikan PPN tak hanya berdampak pada faktor ekonomi masyarakat, tapi juga dari sisi psikologi dan emosi masyarakat,” lanjutnya.
Selain terkait daya Beli, Cucun menilai kondisi perekonomian global yang masih penuh ketidakpastian. Nantinya kenaikan tarif PPN dapat memperlambat pemulihan ekonomi nasional.
“Konflik geopolitik, krisis energi, dan krisis pangan yang terjadi di berbagai belahan dunia telah menimbulkan tekanan tambahan terhadap perekonomian nasional,” jelas Cucun.
Dengan adanya kenaikan PPN maka biaya produksi bagi pengusaha juga akan naik. Hal ini dapat mengurangi daya saing di pasar global dan membuat pengusaha enggan untuk berinvestasi atau menciptakan lapangan kerja baru.
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menjawab pertanyaan wartawan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/10/2024). Foto: Abid Raihan/kumparan
Cucun juga menyebut kenaikan PPN akan sangat terasa bagi sektor ritel, pariwisata, dan industri.
ADVERTISEMENT
“Sektor ritel diprediksi akan mengalami penurunan penjualan akibat turunnya daya beli masyarakat. Padahal industri ritel kita sudah terpuruk beberapa waktu belakangan, lalu akan jatuh seberapa dalam lagi mereka?,” ungkapnya.
Untuk sektor pariwisata Cucun menyebut sektor ini akan mengalami penurunan kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara karena kenaikan harga tiket pesawat, hotel, dan paket wisata.
Cucun juga membandingkan tarif pajak di negara kawasan ASEAN yang bervariasi seperti Singapura yang tetap menerapkan tarif PPN tujuh persen dan Thailand yang sebelumnya menerapkan 10 persen lalu kemudian menurunkannya menjadi tujuh persen selama pandemi Covid-19 dan tetap dipertahankan hingga 2023.
Dengan kenaikan PPN, Cucun melihat tingkat kepatuhan untuk membayar pajak oleh masyarakat juga akan menurun.
ADVERTISEMENT
“Jika tarif PPN terlalu tinggi, ada potensi masyarakat akan mencari cara untuk menghindari atau mengurangi kewajiban pajak. Oleh karena itu, perlu diperhatikan apakah tarif PPN yang diusulkan akan efektif dalam meningkatkan penerimaan pajak atau justru memengaruhi kepatuhan pajak,” kata Cucun.
Menurut dia, pemerintah sebenarnya memiliki kewenangan untuk mengubah tarif PPN berdasarkan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) di mana aturan ini menyebut PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.
Maka dari itu, Cucun akan melihat dampak kenaikan PPN 12 persen. Jika nantinya kenaikan PPN akan berdampak signifikan terhadap perekonomian, ia akan mendorong revisi tarif PPN kembali di angka 11 persen melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan dengan DPR.
ADVERTISEMENT
“Masih ada fleksibilitas perubahan PPN sesuai aturan tersebut. Kalau memang dampak kenaikan PPN tahun depan sangat berdampak besar, kita harus dorong adanya pengurangan. Ini harus jadi perhatian penting karena nasib jutaan rakyat menjadi taruhannya,” pungkas Cucun.