Wamen ESDM Sebut RI Butuh Impor Nikel untuk Perpanjang Umur Cadangan

18 November 2024 15:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana pabrik pengolahan Nikel milik PT Vale Indonesia (INCO) di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pabrik pengolahan Nikel milik PT Vale Indonesia (INCO) di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri ESDM Yuliot mengakui Indonesia masih membutuhkan impor bijih nikel, salah satunya dari Filipina, untuk mempertahankan umur cadangan nikel yang semakin menipis di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Yuliot menyebutkan, pada dasarnya impor bijih nikel yang dilakukan pabrik pengolahan mineral alias smelter di Indonesia ini merupakan strategi bisnis dari masing-masing pelaku usaha.
Di sisi lain, dia menilai aksi korporasi tersebut pada saat yang bersamaan bisa menguntungkan terhadap keberlangsungan pemanfaatan sumber daya nikel di dalam negeri.
"Pada saat mereka mendapatkan resource yang ada, ya ini tidak menggunakan resource di dalam negeri, itu ya justru pemanfaatan kita untuk resource di dalam negeri bisa untuk jangka waktu panjang," kata Yuliot saat ditemui di sela-sela acara 24th ASEAN Senior Officials Meeting on Minerals (ASOMM) di The Meru Sanur, Bali, Senin (18/11).
Senada, Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, juga menyebutkan impor nikel di saat Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia bukan sesuatu hal yang bermasalah.
ADVERTISEMENT
"Jadi, enggak ada masalah impor itu apa, kan kita bisa malah maintain (mengelola) cadangan kita. Jadi, nggak ada isulah untuk (impor nikel)," tegasnya.
Berdasarkan catatan kumparan, cadangan nikel di Indonesia mencapai 21 juta ton atau 24 persen dari total cadangan dunia. Pada tahun 2023, volume produksi nikel di Indonesia mencapai 1,8 juta metrik ton, menempati peringkat pertama dengan kontribusi 50 persen dari total produksi nikel global.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang Januari hingga Maret 2024 alias kuartal I 2024, total impor nikel Indonesia mencapai 227.015 metrik ton.
Wamen ESDM Yuliot saat menghadiri 24th ASEAN Senior Officials Meeting on Minerals (ASOMM) di The Meru Sanur, Bali, Senin (18/11/2024). Foto: Fariza/kumparan
Bijih nikel dan konsentrat tercatat dengan HS Code 26040000. Indonesia paling banyak mengimpor nikel dari Filipina, yakni mencapai 217.450 metrik ton pada Maret 2024.
ADVERTISEMENT
Selain Filipina, negara lain yang memasok nikel ke Tanah Air dengan jumlah yang besar adalah Taiwan sebesar 9.554 ton, Singapura 10,5 ton, kemudian sisanya berasal dari Brasil, China, dan Kaledonia Baru.
Sebelumnya, Mantan Menteri ESDM Arifin Tasrif membenarkan Indonesia membutuhkan pasokan nikel dari luar negeri. Hal itu salah satunya karena banyak Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) produsen nikel belum terbit.
RKAB disusun untuk produksi selama 3 tahun ke depan. Arifin mengatakan, per awal Juni 2024, RKAB yang diterbitkan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) sebanyak 470 perusahaan dengan total produksi 240 juta ton.
Produksi nikel dari perusahaan yang sudah mendapatkan RKAB itu, kata Arifin, belum bisa memenuhi kebutuhan industri dalam negeri, terutama pabrik pengolahan atau smelter nikel yang tidak terintegrasi dengan pertambangan.
ADVERTISEMENT
"(RKAB yang sudah terbit) nikel itu 450-470 perusahan, tiap hari kan nambah terus, totalnya kan 700 perusahaan," kata Arifin saat ditemui di kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jumat (7/6).