Wamenkeu Bantah Mahfud MD soal Tutupi Kasus Penyelundupan Emas Rp 189 T

31 Maret 2023 14:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjadi pembicara pada acara IBEX 2019 di Fairmont Hotel, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjadi pembicara pada acara IBEX 2019 di Fairmont Hotel, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Keuangan buka suara mengenai dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) komoditas emas yang dilakukan Wajib Pajak (WP). Nilainya Rp 189 triliun yang masuk dalam total transaksi mencurigakan Rp 349 triliun, seperti diungkapkan Menko Polhukam, Mahfud MD.
ADVERTISEMENT
Dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (29/3), Mahfud mengungkapkan temuan terkait dugaan impor emas ke dalam negeri yang dilakukan oleh 15 entitas. Menurutnya, impor emas batangan ini mahal, sehingga harus dikenai cukai. Namun, dalam temuan PPATK, laporan impor emas batangan itu diubah menjadi seolah-olah emas mentah. Padahal, emas itu merupakan emas jadi.
Sejak laporan itu dimasukkan pada 2017, kata Mahfud MD, tidak ada tindak lanjutnya. Hingga pada 2020 PPATK mengirimkan surat baru. Namun lagi-lagi laporan belum diselesaikan. Hingga akhirnya dilakukan pertemuan dengan Kemenkeu.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara, dalam konferensi pers Jumat (31/3), membantah temuan PPATK itu ditutup-tutupi.
Suahasil menjelaskan secara kronologi soal transaksi itu. Dia bilang sebenarnya sejak Januari 2016, Bea Cukai sudah mencegah adanya penyelundupan emas tersebut karena diakui sebagai emas perhiasan, padalah aslinya adalah emas mentah (ingot).
ADVERTISEMENT
Bea Cukai lalu mendalami transaksi itu dan menemukan adanya potensi tindak pidana kepabeanan. Mereka langsung gerak cepat melakukan penyelidikan hingga dibawa ke pengadilan.
"Januari disetop dan dilakukan penyelidikan hingga pengadilan selama rentang 2017-2019. Proses pengadilannya bagaimana? Di PN (Pengadilan Niaga), Bea Cukai kalah," kata dia.
Setelah kalah, Bea Cukai mengajukan kasasi dan menang. Lalu pada 2019, dilakukan peninanjaun kembali (PK) atas permintaan terlapor dugaan penyelundupan emas. Sayangnya, di PK ini, Bea Cukai kalah.
Tukar Data dan Rapat dengan PPATK
Selama periode 2016-2019, kata Suahasil, ada berbagai macam pertukaran data antara Kementerian Keuangan dan PPATK. Termasuk menjelaskan bahwa Bea Cukai kalah di pengadilan untuk melawan terlapor dugaan penyeludupan emas.
ADVERTISEMENT
"Karena tidak terbukti oleh pengadilan dan tidak ada tindak kepabeanan. TPPU berhenti," ujarnya.
Setelah Bea Cukai kalah, Suahasil mengungkapkan informasi baru. Pada 2020, Bea Cukai menemukan lagi modus penyelundupan emas seperti 2016. Saat itu, Bea Cukai langsung diskusi dengan PPATK untuk mengambil sikap. Berbagai rapat dilakukan hingga diputuskan pada Agustus 2020, Ditjen Pajak mengejar pajak terhadap sejumlah terlapor sebagai wajib pajak (WP).
Selanjutnya, Ditjen Pajak melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap 3 WP (PT B, PT C, PT D) dan pemeriksaan terhadap 3 WP (PT B, PT C, dan PT E), dan pengawasan terhadap 7 WP Orang Pribadi.
Kata dia, hingga saat ini, nilai penerimaan pajak yang dihasilkan terkait dengan informasi hasil pemeriksaan PPATK, senilai Rp 16,8 miliar dan mencegah restitusi senilai Rp 1,6 miliar.
ADVERTISEMENT
"Jadi kita kejar pajaknya dan dapat segini. Saya sampaikan, hubungan dengan PPATK kita lakukan dengan detail. Rapat-rapat terstruktur, ada notulen, peserta yang hadir. Komplit," ujarnya.