Wamenkeu: Pajak Karbon Bukan Alat Nyari Penerimaan Negara, tapi Kurangi Emisi

20 Desember 2022 13:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara di Kompleks Parlemen, Senin (5/9). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara di Kompleks Parlemen, Senin (5/9). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan undang-undang nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan (HPP) yang di dalamnya termasuk mengatur mengenai kebijakan pajak karbon. Kebijakan ini merupakan reformasi struktural yang dilakukan oleh Indonesia selama masa pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara memastikan kebijakan pajak karbon bukan menjadi alat mencari penerimaan negara. Pajak karbon juga tidak untuk menaikkan penerimaan negara.
“Pajak karbon bukan alat nyari penerimaan negara. Pajak karbon supaya Indonesia bisa memenuhi janji net zero emission, jadi satu mekanisme alternatif menahan memastikan emisi di tiap sektor bisa terkontrol,” kata Suahasil dalam Indonesia Economic Outlook 2023 virtual, Selasa (20/12).
Suahasil menyebut, pajak karbon tak kunjung diimplementasi hingga saat ini meskipun ada dukungan politik. Walaupun belum diimplementasikan, Suahasil mengatakan, UU HPP memberikan landasan politik bagi Indonesia untuk menetapkan pajak karbon.
“Secara politik kita diberi ruang menetapkan (dan) menjalankan pajak karbon. Tidak semua negara di dunia punya pajak karbon. Kalau mau kompensasi lewat pasar, monggo kita siapkan pasar karbon,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Penerapan pajak karbon belum kunjung dilakukan hingga saat ini. Padahal, pemerintah sudah berencana mengimplementasikan pajak karbon pada 1 Juli 2022, lalu kembali ditunda beberapa kali.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (14/9/2022). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan, sejauh ini pihaknya telah merampungkan beberapa aturan teknis mengenai pajak karbon. Mulai dari pengembangan pasar karbon, pencapaian target nationally determined contribution (NDC), kesiapan sektor-sektor dan kondisi perekonomian domestik dan global.
"Kita perhatikan ketidakpastian yang sangat tinggi baik global atau ekonomi kita. Kita tunggu timing yang pas," ungkap Febrio dalam konferensi pers APBN KiTa, Jumat (21/10).
Febrio menegaskan, pemerintah akan konsisten dalam implementasi penerapan pajak karbon. Terlebih emisi karbon nasional dalam NDC Indonesia sudah dinaikan dari 29 persen ke 31,9 persen.
ADVERTISEMENT
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, mekanisme tersebut sebagai komitmen pemerintah mencapai target karbon netral (net zero emission/NZE) di tahun 2060 atau lebih cepat.
"Salah satu yang akan diterapkan di awal adalah perdagangan karbon maupun pajak karbon yang ditargetkan akan berfungsi di tahun 2025," tutur Airlangga saat pembukaan Capital Market Summit & Expo 2022, Kamis (13/10).