Wamenkeu Sebut Ada 5 Masalah di Sektor Keuangan Indonesia, Apa Saja?

29 November 2022 16:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menunjukan bukti penyampaian SPT elektronik di Kantor Dirjen Pajak, Jakarta, Selasa (10/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menunjukan bukti penyampaian SPT elektronik di Kantor Dirjen Pajak, Jakarta, Selasa (10/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara, menyebutkan bahwa ada lima masalah yang dihadapi sektor keuangan di Indonesia. Untuk itu, pemerintah dan DPR akan mereformasi sektor keuangan di Tanah Air melalui Rancangan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK).
ADVERTISEMENT
"Pemerintah bersama DPR menyiapkan satu reformasi di sektor keuangan dalam bentuk undang-undang. Masalah kita literasi keuangan dan ketimpangan akses," ujar Suahasil dalam acara PermataBank Wealth Wisdom 2022 di The Ritz-Carlton Pacific Place, Selasa (29/11).
Menurut dia, masalah pertama disebabkan oleh rendahnya literasi keuangan dan ketimpangan akses ke jasa keuangan yang terjangkau. Sebab, tidak semua masyarakat Indonesia memiliki akses ke sektor keuangan.
"Ada kelompok masyarakat yang sangat punya akses ke sektor keuangan, ada masyarakat yang melihat pintu masuk bank pun masih ragu," katanya.
Kedua adalah masalah tingginya biaya transaksi sektor keuangan dibandingkan negara lain. Hal ini mencakup masalah suku bunga hingga margin bunga bersih perbankan.
Masalah ketiga, sambung dia, terbatasnya instrumen keuangan. Suahasil menjelaskan, kelompok masyarakat yang memiliki akses lebih besar ke sektor keuangan membutuhkan instrumen keuangan yang lebih banyak.
ADVERTISEMENT
"Kita sering dibandingkan soal instrumen dengan negara terdekat kita 'di Singapura begini, Thailand begini'. Ketika kembali ke Indonesia 'oh Indonesia ada aturan ini'. Kita bisa menciptakan instrumen baru dengan tata kelola baik termasuk perlindungan investor dan konsumen," jelas Suahasil.
Selanjutnya, masalah keempat disebabkan oleh rendahnya kepercayaan dan perlindungan investor kepada konsumen. Ia menilai, penting untuk memperbanyak instrumen keuangan yang dipadankan dengan perlindungan investor.
"Industri jasa keuangan yang merupakan industri kepercayaan harus dibangun di atas tata kelola dan kepercayaan investor konsumen," ungkapnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani, Wamen Keuangan Suahasil Nazara, dan Kepala Dirjen Pajak Suryo Utomo menunjukan bukti SPT elektronik di Jakarta, Selasa (10/1). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Suahasil menuturkan perlu adanya penguatan kerangka koordinasi dan peningkatan stabilitas sistem keuangan. Adapun sistem ini telah dibangun sejak 2016 melalui UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
"Kita perkuat lagi, artinya koordinasi antara 4 pilar yang menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)," pungkas Budi.
ADVERTISEMENT
Ia berharap permasalahan ini dapat terselesaikan melalui Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang tengah digodok antara pemerintah dan DPR. Tidak hanya itu, RUU ini juga akan membuat sektor keuangan lebih dalam dan inklusif.
Adapun tujuan reformasi sektor keuangan melalui RUU ini, yakni meningkatkan akses ke jasa keuangan, memperluas sumber pembiayaan jangka panjang, meningkatkan daya saing dan efisiensi, mengembangkan instrumen dan mitigasi risiko, serta meningkatkan perlindungan investor dan konsumen.
"Semoga bisa kami selesaikan secepat mungkin, memberikan kepastian dan membuka ruang-ruang baru sektor keuangan," tandasnya.