Wanti-wanti IMF di Tengah Memanasnya Perang Dagang

22 April 2025 8:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva saat menyampaikan pidato pada upacara pembukaan China Development Forum (CDF) 2024, di Beijing, China, Minggu (24/3/2024). Foto: Jing Xu/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva saat menyampaikan pidato pada upacara pembukaan China Development Forum (CDF) 2024, di Beijing, China, Minggu (24/3/2024). Foto: Jing Xu/REUTERS
ADVERTISEMENT
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) mewanti-wanti negara yang sedang menghadapi perang tarif dengan Amerika Serikat (AS). Perang dagang itu terjadi di tengah ketidakpastian ekonomi yang masih tinggi.
ADVERTISEMENT
Managing Director IMF, Kristalina Georgieva, menilai perang dagang yang dimulai oleh Presiden AS Donald Trump tidak akan menyebabkan resesi, hanya saja menimbulkan guncangan atau turbulensi di pasar keuangan.
IMF memberikan peringatan bahwa ketidakpastian tinggi yang berlarut-larut dapat meningkatkan risiko tekanan pasar keuangan. Pada awal April, IMF melihat pergerakan yang tidak biasa di beberapa pasar obligasi dan mata uang, misalnya dolar AS terdepresiasi dan imbal hasil Teasury AS yang meningkat tajam.
“Pergerakan seperti itu harus dianggap sebagai peringatan. Semua orang menderita jika kondisi keuangan memburuk,” kata Kristalina dikutip dari laman resmi IMF, dikutip Selasa (22/4).

48 Negara Jadi Pasien IMF

Setelah ada perang tarif dengan AS, ada 48 negara yang menjadi pasien IMF. Kristalina menyebutkan, tugas IMF saat ini memang membantu negara-negara mengelola makroekonomi negara, sekaligus memajukan reformasi.
ADVERTISEMENT
“Saat ini, 48 negara mengandalkan dukungan neraca pembayaran kami, termasuk Argentina, yang reformasi berorientasi pasarnya kini didukung oleh program terbaru dan terbesar kami,” tuturnya.
Kristalina membeberkan banyak negara mengalami ketertinggalan pertumbuhan produktivitas dibandingkan dengan AS. Berdasarkan data Total Factor Productivity Index pada 2011, indeks produktivitas AS dan negara-negara lainnya berada di angka 100, kemudian AS melesat di angka 115 pada 2024. Sementara sederet negara lainnya masih berada di angka antara 105 dengan 110.

Dampak Perang Tarif AS

Ilustrasi International Monetary Fund (IMF). Foto: Maxx-Studio/Shutterstock
Kristalina membeberkan tiga dampak yang timbul akibat perang tarif AS. Dampak-dampak ini menjadi awal mulanya guncangan ekonomi terjadi di suatu negara, setelah perang tarif terjadi.
Pertama, ketidakpastian membuat tingginya biaya karena kompleksitas rantai pasok untuk produk impor. Biaya satu barang, menurut dia, dapat dipengaruhi oleh tarif impor di puluhan negara.
ADVERTISEMENT
Saat ini, kapal-kapal tidak tahu pelabuhan mana yang harus dituju, keputusan investasi ditunda, pasar keuangan bergejolak, tabungan pencegahan meningkat. Dia melihat semakin lama ketidakpastian berlangsung, maka akan semakin besar pula biaya yang dirogoh suatu negara.
Kedua, meningkatnya hambatan perdagangan, baik tarif maupun pajak, dapat meningkatkan pendapatan, namun dapat menyebabkan pengalihan aktivitas. Dia menyebut, imbas adanya tarif impor, importir bisa mengalami laba yang lebih rendah dan konsumen terdampak harga yang lebih tinggi.
Dampak ketiga yakni proteksionisme mengikis produktivitas dalam jangka panjang, terutama di negara-negara dengan ekonomi yang terbilang kecil. Nantinya, kata dia, akan ada hambatan dalam upaya inovasi. Dampak negatif ini masih tetap bisa diminimalisir dengan ramainya pasar domestik dalam suatu negara.
ADVERTISEMENT
“Melindungi industri dari persaingan mengurangi insentif untuk alokasi sumber daya yang efisien. Keuntungan produktivitas dan daya saing masa lalu dari perdagangan terkikis. Kewirausahaan memberi jalan bagi permohonan khusus untuk pengecualian, perlindungan, dan dukungan negara,” tuturnya.

Saran IMF kepada Negara yang Terkena Tarif

Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, di Indonesia Sustainability Forum (ISF), Jakarta, Kamis (7/9/2023). Foto: Dok. YouTube Kemenko Marves
Kristalina kemudian membeberkan hal-hal yang harus dilakukan oleh suatu negara untuk menghadapi perang tarif AS. Pertama yaitu menggenjot pembenahan secara internal.
Menurutnya, dengan kondisi dunia yang penuh ketidakpastian, tidak ada ruang untuk menunda reformasi. Tujuan reformasi ini adalah untuk meningkatkan stabilitas ekonomi dan keuangan serta meningkatkan potensi pertumbuhan.
Kemudian, sebagian besar negara harus mengambil tindakan fiskal yang tegas. Kristalina menekankan jika memang dukungan fiskal harus diberikan, maka harus ditargetkan dan bersifat sementara.
ADVERTISEMENT
“Untuk melindungi stabilitas harga, kebijakan moneter harus tetap lincah dan kredibel , didukung oleh komitmen kuat terhadap independensi bank sentral. Para bankir sentral harus terus mencermati data, termasuk ekspektasi inflasi yang lebih tinggi dalam beberapa kasus,” tegasnya.
Kemudian di sektor keuangan, regulasi dan pengawasan yang kuat tetap penting untuk menjaga keamanan bank, dan meningkatnya risiko keuangan dari nonbank harus dipantau dan diatasi.
IMF menekankan kepada negara ekonomi berkembang harus mempertahankan fleksibilitas nilai tukar sebagai peredam guncangan. Pembatasan anggaran yang lebih ketat malah menyebabkan pilihan yang sulit baik untuk meningkatkan kapasitas reformasi maupun mengamankan bantuan keuangan yang penting.
Selain itu, Kristalina menuturkan negara-negara dengan ekonomi yang tertinggal dari AS bisa mengejar ketertinggalan dengan reformasi ambisius dalam perbankan, pasar modal, kebijakan persaingan, hak kekayaan intelektual, dan kesiapan AI, yang semuanya dapat berkontribusi pada pertumbuhan yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
“Dalam banyak kasus, negara dapat dan harus melakukan lebih banyak hal untuk mengurangi hambatan bagi perusahaan swasta dan inovasi, dengan kata lain, menghilangkan kerugian yang ditimbulkan sendiri,” terang Kristalina.